Pada hari Minggu, 25 April 2021, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengumumkan bahwa kapal selam TNI AL, KRI Nanggala-402 telah tenggelam dan 53 awaknya gugur. Setelah empat hari, sejak Kamis 22 April 2021 dini hari, perasaan seluruh bangsa Indonesia teraduk-aduk mendengar hilangnya KRI Nanggala-402, di perairan utara Pulau Bali, maka pengumuman Panglima TNI tadi menjadi berita pembawa kepastian sekaligus memilukan.
Sebanyak 53 syuhada telah gugur dalam tugas mengawal kedaulatan NKRI di laut, termasuk Komandan Satuan Kapal Selam, Kolonel Harry Setiawan dan Komandan KRI Nanggala-402, Letkol Heri Oktavian. Kerangka dan serpihan kapal ditemukan di kedalaman 838 meter lewat perangkat Remotely Operated Vehicle (ROV) yang diturunkan dari kapal penyelamat kapal selam Singapura, MV Swift.
Citra video ROV MV Swift memperlihatkan keberadaan badan kapal yang terbelah menjadi tiga bagian, tampak citra kemudi vertikal belakang, jangkar, bagian luar badan tekan kapal, kemudi selam timbul, termasuk baju keselamatan awak kapal jenis MK-11.
Sejatinya, sesuai Surat Perintah Komandan Satuan Kapal Selam Armada II No.150 / IV/2021, tertanggal 17 April 2021, KRI Nanggala-402 mendapat tugas untuk berlayar ke perairan utara Pulau Bali guna melaksanakan penembakan torpedo SUT kepala latihan dan kepala perang (warhead). Baru sempat menembakkan torpedo SUT kepala latihan, KRI Nanggala-402 telah hilang kontak (sub-mis) dan akhirnya dinyatakan tenggelam (sub-sunk).
Paling Menakutkan
Hingga saat ini, kapal selam masih tetap menjadi satu sistem senjata yang paling menakutkan, dikenal sebagai “The Silent Killer”, dan senjata torpedonya tetap menjadi ancaman kapal atas air. Keberadaannya di dalam air sulit terdeteksi walaupun dengan sistem sensor secanggih apapun.
Artikel selengkapnya dapat Anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Mei 2021