Pandemi covid-19 berdampak cukup masif pada sektor pariwisata. Di tengah seruan terhadap penerapan kebiasaan baru atau new normal, sektor pendulang devisa ini pun berbenah. Salah satunya melalui penerapan SNI 8013:2014 tentang Pengelolaan Pariwisata Alam, yang dinilai ideal untuk menjaga kelestarian alam lingkungan dan memberi kenyamanan pengunjung.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah memukul sektor pariwisata di Indonesia. Ini terlihat dari angka kunjungan wisata yang menurun drastis. Okupansi hotel dan penginapan menukik tajam. Dine-in di resto dibatasi. Event-event pun banyak yang batal digelar. Sektor wisata lain seperti bioskop dan wahana permainan bahkan harus dibuka-tutup. Tidak terhitung berapa banyak kerugian ekonomi yang terjadi. Imbas virus yang hingga kini telah mengonfirmasi 165 juta jiwa di dunia ini sangat nyata terasa.

Namun selalu ada hikmah dibalik suatu peristiwa. Pandemi justru menjadi puncak kesadaran setiap orang menjaga gaya hidup sehat. Sektor pariwisata pun kini tidak lepas dari bagaimana berbicara tentang gaya hidup bersih dan sehat. Setiap site wisata harus beradaptasi dengan kebiasaan baru atau new normal, mulai dari modifikasi cara kerja, implementasi yang minim sentuhan (touchless), perbaikan sanitasi sesuai prokes (protokol kesehatan), pemeriksaan dan sertifikasi kesehatan bagi setiap pekerja, hingga pengawasan makanan minuman (F&B) bagi keamanan dan kesehatan pengunjung.

Di tengah adaptasi new normal, pemerintah mengizinkan sektor pariwisata dengan risiko rendah untuk kembali dibuka. Satgas Covid-19 lantas merekomendasikan site pariwisata alam sebagai pilihan utama bagi masyarakat untuk melepas penat dan berwisata. Alasannya, sektor Pariwisata Alam dinilai memiliki risiko paling rendah untuk kemungkinan terjadinya klaster baru. Pun begitu, pengelola tempat pariwisata alam juga diwajibkan menerapkan prokes yang ketat untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 dan memberi kenyamanan pengunjung.

Beberapa prokes yang dapat diterapkan pengelola wisata alam antara lain meliputi wajib menggunakan masker bagi semua petugas dan pengunjung, pengecekan suhu pengunjung sebelum memasuki kawasan wisata, penyedian handsanitizer atau pencuci tangan di berbagai sudut kawasan, menghimbau untuk tidak berkerumun atau membagi jarak antar pengunjung, hingga menyediakan posko kesehatan.

Kebijakan membuka pariwisata alam secara bertahap sudah sepatutnya diimbangi dengan kesunggulan seluruh pengelola wisata alam. Saat ini pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi dan acuan yang dapat diterapkan oleh para pengelola kawasan pariwisata. Pengelola wisata wajib untuk memastikan lokasi wisatanya memenuhi persyaratan terutama dalam rangka memberi perlindungan terhadap para pengunjung. Dalam mengelola kawasannya, pengelola wisata juga perlu memperhatikan keseimbangan ekonomi, sosial, dan budaya sebagai satu kesatuan yang utuh. 

Pentingnya Penerapan SNI 80113:2014 untuk Pariwisata Alam

Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang memiliki tanggung jawab di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8013:2014 tentang Pengelolaan Pariwisata Alam. Standar yang disusun oleh Komite Teknis 65-01 Pengelolaan Hutan ini menetapkan prinsip, kriteria, dan indikator pengelolaan pariwisata alam sebagai panduan pengelolaan pariwisata alam di kawasan hutan dan/atau kawasan lainnya yang dikelola dengan prinsip-prinsip pariwisata alam.

“Selain mengutamakan protokol kesehatan, BSN juga melakukan diseminasi untuk penerapan SNI yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi nasional. Salah satunya yaitu SNI 8013:2014 tentang Pengelolaan Pariwisata Alam, yang mendorong agar pengelolaan pariwisata alam tetap menerapkan prinsip sustainabilityserta manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Jadi alam tidak dirusak, masyarakat bisa menikmati, tetapi pengunjung juga aman dalam melakukan kegiatan pariwisatanya,” ungkap Kepala BSN, Kukuh S Achmad.

Menurut Kukuh, penerapan SNI Pengelolaan Pariwisata Alam sangatlah penting untuk memberikan brandingkepada lokasi-lokasi wisata alam yang menjadi primadona bagi masyarakat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Program pembinaan penerapan SNI Pengelolaan Pariwisata Alam pun kini menjadi salah satu kebijakan strategis BSN. “Saat ini di Jawa Barat saja terdapat lebih dari 200 kawasan wisata alam yang itu merupakan potensi yang sangat besar dalam konteks pemulihan ekonomi nasional,” lanjutnya.

SNI 80113:2014 Dorong Upaya Konservasi dan Ramah Lingkungan 

Secara umum, SNI 80113:2014 memiliki 5 prinsip. Prinsip pertama adalah kelestarian fungsi ekosistem. Kedua, kelestarian objek daya tarik wisata alam. Ketiga, yaitu kelestarian sosial budaya. Keempat, prinsip manfaat ekonomi. Dan terakhir, adalah prinsip kepuasan, keselamatan, serta kenyamanan pengunjung yang berkaitan dengan rambu-rambu dan fasilitas yang harus tersedia. 

Menurut Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Zakiyah, kehadiran SNI 80113:2014 akan mewarnai pengelolaan pariwisata yang mengedepankan unsur-unsur konservasi dan ramah lingkungan. SNI 8013:2014 diperlukan untuk memfasilitasi pengelola pariwisata dalam melakukan proses pengelolaan pariwisata yang ideal. Standar nasional tersebut juga dapat digunakan oleh pengelola pariwisata sebagai alat untuk mengevaluasi sejauh mana pengelolaan wisata yang sudah dilaksanakannya. 

“Kami (BSN) harap standar ini dapat diterapkan oleh semua stakeholder sebagai pedoman untuk pengelolaan pariwisata alam secara lestari,” ungkap Zakiyah.

Lebih lanjut Direktur Penguatan Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Heru Suseno mengungkapkan, ada beberapa tahap dalam menerapkan SNI 8013:2014. Pertama, pengelola harus mengenali standar tersebut, salah satunya dengan cara mengikuti trainingawareness. “Bagi yang telah melakukan prinsip-prinsip berkelanjutan pariwisata alam, bisa kita bandingkan sejauh mana korelasi yang sudah diterapkan dengan persyaratan standar melalui kegiatan gap analysis,” ujar Heru.

Tahap kedua adalah pengembangan sistem, dengan melihat bagaimana kebijakan pimpinan organisasi dalam pengembangan standar ini. Tahap ketiga yaitu implementasi dan me-review implementasinya melalui kegiatan audit internal dan tinjauan manajemen. “Bila sudah sesuai dengan SNI, tentu pengelola perlu mensertifikasi sebagai bukti bahwa pariwisata yang dikelola telah memenuhi SNI,” imbuh Heru.

Pilot Project di Sejumlah Wilayah

Sejumlah kawasan pariwisata ditargetkan menjadi pilot project atau proyek percontohan penerapan SNI  8013:2014. Beberapa diantaranya adalah Kawasan Wisata Curug Cilember Bogor, Kawasan Wisata Ciwidey Bandung, dan Kawasan Wisata Cikole Bandung dimana ketiga kawasan tersebut dikelola oleh Perhutani. Selain itu adapula Taman Nasional Wisata Way Kambas Lampung yang dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Role model penerapan SNI pariwisata alam tersebut diharapkan bisa ditiru oleh kawasan pengelola pariwisata alam di wilayah lainnya.

Kepala BSN menyebut bahwa dalam mengembangkan sektor pariwisata alam, BSN tidak hanya melakukan pembinaan terhadap pengelola wisata alam saja, namun BSN juga akan menyelesaikan pengembangan skema sertifikasi maupun akreditasi SNI 8013:2014 serta menyiapkan Lembaga Penilaian Kesesuaian (Lembaga Sertifikasi) untuk pariwisata alam.

Cluster Manager Curug Cilember, Rully Priana menyebut bahwa sebagai salah satu lokasi pilot project, pihaknya telah mengikuti pembinaan penerapan SNI Pengelolaan Pariwisata Alam dari BSN secara daring. Anak usaha PT Perhutani itu telah meraih SNI ISO 9001:2015 Sistem Manajemen Mutu. Rully berharap dengan penerapan SNI 8013:2014, dapat meningkatkan mutu dari Kawasan Wisata Curug Cilember dalam memberikan layanan yang aman, nyaman serta memuaskan dan tetap menjamin kelestarian lingkungan yang meliputi pusat konservasi kupu-kupu endemik yang dilindungi dan objek daya tarik berupa air terjun.

Menurut Rully, pandemi Covid-19 sepatutnya tidak hanya dipandang sebagai musibah semata, melainkan juga sebagai tantangan dan peluang bagi pelaku usaha pariwisata untuk berinovasi dan mengembangkan kreatifitas. “Kami yakin bahwa pengelola pariwisata yang menerapkan standardisasi akan memiliki nilai lebih sehingga tingkat kepuasan masyarakat dan pengunjung pariwisata akan meningkat,” ujarnya. 

Kenyamatan Curug Cilember yang berlokasi di Cisarua Bogor, Jawa Barat itu mendapat banyak ulasan positif setelah menerapkan SNI pariwisata. Slamet, warga Bogor yang berkunjung pada pertengahan Februari 2021 menyebut, Wisata Curug Cilember cukup nyaman dan ramah untuk dikunjungi di masa pandemi. Selain karena penerapan 50% pengunjung, pedagang cinderamata dan asongan juga tertata rapi. “Lokasinya cukup bersih dan tidak terlalu ramai, sehingga kami nyaman dan bisa bersantai menikmati suasana,” ujar Slamet yang datang bersama keluarganya.

Faris Sabilar Rusydi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini