usibah tenggelamnya kapal selam TNI AL, KRI Nanggala-402, pada 25 April 2021 lalu dan mengakibatkan gugurnya 53 awaknya, tentu meninggalkan rasa sedih dan pilu bagi keluarga dan seluruh bangsa Indonesia. Namun, kita harus bangkit dan meneruskan perjuangan para syuhada tadi.
Kapal selam tetap merupakan senjata pamungkas yang harus ada di arsenal peralatan utama sistem persenjataan (Alutsista) TNI kita. Mengingat wilayah perairan Nusantara memiliki banyak selat kecil dan alur-alur laut yang sempit maka kita harus mampu membangun sendiri kapal selam, sekaligus harus menguasai teknologi pembuatan kapal selam.
Para ahli dan insinyur teknologi kapal selam di Pusat Teknologi Industri Pertahanan (PTIP), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sejak tahun 2018 lalu, sudah mulai merancang-bangun kapal selam mini untuk pertahanan laut Indonesia. Awal rancang-bangun kapal selam tentu harus ditentukan dahulu yaitu “Apa misi kapal selam yang akan dibangun?”.
Sudah pasti, kapal selam dibangun untuk menghancurkan kapal lawan, juga untuk pengintaian dan penyusupan pasukan komando ke wilayah lawan. Tetapi, karena kapal selam yang akan dibangun dioperasikan di perairan Nusantara dengan ciri selat-selat dan alur-alur laut yang banyak dan sempit maka kapal selam tersebut tidaklah harus sekelas KRI Nanggala-402 yang panjangnya mencapai 60 meter, namun cukup yang panjangnya 32 meter saja, lebar kapal 3.5 meter, mampu membawa dua senjata torpedo jenis Surface & Underwater Target (SUT) buatan PT Dirgantara Indonesia yang canggih dan modern.
Artikel selengkapnya dapat Anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Juni 2021