Sistem restorasi berbasis kawasan yang digalang Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) Wakatobi terbukti berhasil meningkatkan survival rate pada bambu laut (Isis hippuris) hingga 80-90 persen. Belum lama ini, sistem ini mulai diterapkan di Buton Tengah.
Pada 2018, sejumlah saintis dari Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) Wakatobi, Sulawesi Tenggara merilis teknologi Wahana Perekayasaan Teknologi Konservasi Biota Sea Bamboo atau Wakatobi Sea Bamboo (WSB). Hingga akhir tahun lalu, inovasi WSB yang mengintegrasikan teknologi restorasi ex-situ dan in-situ ini telah melalui serangkaian tahap uji coba dan membuahkan hasil.
Menurut Kepala LPTK Wakatobi, Akhmatul Ferlin, WSB menjadi alternatif memperbanyak habitat restorasi. Teknologi WSB juga bisa memperluas penggunaan metode restorasi untuk dapat digunakan di berbagai area perairan, termasuk di lokasi yang mendapatkan pengaruh angin dan ombak kencang. Dengan kata lain, WSB sangat cocok dengan karakter pulau-pulau kecil, seperti di Wakatobi.
Salah satu uji coba rekayasa konstruksi susbtrat bambu laut (substrat utama) pada lokasi in-situ yang mendapatkan pengaruh ombak berhasil dilakukan LPTK pada 2017 di Ou Tooge Desa Waha dan Desa Koroe Onowa, Wakatobi. Ketika itu tingkat keberhasilan atau survival rate-nya mencapai 80-90 % pada beberapa variasi kedalaman. Kedalaman optimal pertumbuhan bambu laut berada pada kedalaman 6 meter.
Artikel selengkapnya dapat Anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Juni 2021