Dongkrak Produksi Kacang Tanah, Balitbangtan Kembangkan Teknologi Bukasin

0
271
Pengukuhan Orasi Profesor Riset Balitbangtan, Selasa (7/12/2021) di Cimanggu Bogor, Jawa Barat. Empat Profesor Riset yang dikukuhkan adalah Agustina Asri Rahmianna, Sahat Marulitua Pasaribu, Nyak Ilham, dan Khairil Anwar.

BOGOR, Sains Indonesia – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mengembangkan teknologi budidaya kacang tanah untuk produktivitas tinggi dan rendah cemaran aflatoksin (Teknologinya Bukasin) untuk meningkatkan produksi kacang tanah nasional.

Dengan teknologi ini, produksi kacang tanah mencapai 3,5:ton per hektare dengan rata-rata 2,8 tok/ha polong kering dengan cemaran jamur aflatoksin kurang dari 0,5 mikrogram per kg kacang tanah.

Demikian disampaikan peneliti Balitbangtan, Agustina Asri Rahmianna dalam orasi ilmiah dalam pengukuhan dirinya sebagai profesor riset, Selasa (7/12/2021) di Bogor. Agustina membawakan orasi berjudul Pengembangan Teknologi Bukasin untuk mendukung ketahanan pangan.

Sedangkan Sahat Marulitua menyampaikan orasi berjudul Reformasi Arsitektur Asuransi Pertanian Mendukung Sistem Pangan Berkelanjutan. Kemudian Nyak Ilham menyampaikan orasi Reformulasi Kebijakan Pengembangan Sentra Produksi Sapi Potong Berbasis Sumber Daya Pakan.

Sementara itu Profesor Riset berikutnya, Khairil Anwar menyampaikan orasi berjudul Inovasi Teknologi Pengelolaan Air dan Harapan Terpadu Lahan Rawa Berpirit untuk Peningkatan Produktivitas Tanaman Pangan.

Lebih lanjut Agustina mengungkapkan, teknologi Bukasin juga mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp11, 6 juta – Rp21, 7 juta per ha. Harga kacang pun menjadi lebih baik, sebesar Rp7. 000 per kg untuk polong segar dan Rp14. 500 per kg untuk polong kering.

“jika teknologi diterapkan secara masif, maka impor kacang tanah akan turun signifikan,” ujarnya.

Periode 2015 -2019, data Kementerian Pertanian menunjukkan, produksi kacang tanah nasional rata-rata 510 ribu ton biji kering per tahun.  Produktivitas nasional rata-rata 1,3 ton/ha biji kering (setara 2 ton/ha polong kering).

Sementara konsumsi nasional mencapai 658 ribu ton, sehingga harus impor sebanyak 266 ribu ton biji kering per tahun. Sedangkan ekspor, dalam bentuk primer maupun olahan, mencapai 3.300 ton per tahun.

“Dengan luas lahan sekitar 255 ribu ha, teknologi ini mampu meningkatkan produksi nasional dari 510 ribu ton menjadi sekitar 714 ton, dengan produktivitas 2,8 ton/ha, polong kering,” ujarnya.

Setia Lesmana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini