Tempe, khususnya tempe berbahan baku kedelai lokal, bisa menjadi alat untuk mengatasi stunting di Indonesia. Kandungan protein yang tinggi dengan kandungan zat besi tinggi di dalam kedelai lokal, menjadi keunggulan tersendiri.
Tempe merupakan gizi super dengan kandungan protein tinggi, mencapai 35% dan berbagai kelebihan lainnya. Uniknya, tempe merupakan produk asli Indonesia sejak ratusan tahun lampau, yang difermentasi dari bahan baku kedelai.
Tempe memiliki kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium rendah. Kandungan kalsium, zat besi, komponen bioaktif sangat tinggi, serta mengandung asam amino esensial lengkap. Konsumsi tempe di Indonesia rata-rata mencapai 7,3 kg per kapita per tahun. Bahan baku tempe, sebesar 70%nya masih harus diimpor.
Kepala BB Pascapanen Badan Litbang Pertanian, Prayudi Syamsuri saat membuka talkshow dengan tema All About Tempeh from Local Soybeans, The Indonesian Superfood yang diselenggarakan Balai Besar Penelitian Pascapanen (BB Pascapanen) Badan Litbang Pertanian di Bogor, pertengahan Desember lalu.
Padahal, lanjut Prayudi, potensi kedelai lokal tidak kalah dari kedelai impor. Ada 108 varietas kedelai lokal, dengan 77 varietas di antaranya hasil inovasi Balitbangtan.
Balitbangtan menghasilkan varietas unggul yang berukuran biji besar dengan kandungan gizi dan rasa yang lebih unggul dibanding kedelai impor. Balitbangtan menyiapkan beragam varietas kedelai yang lebih sehat dan enak untuk mendukung kemandirian pangan.
Varietas Grobogan, Segala, dan Biosoy hasil inovasi Balitbangtan berukuran lebih besar dari kedelai impor. Persoalannya, harga kedelai lokal masih lebih tinggi dibandingkan kedelai impor sehingga petani kurang bergairah menanam kedelai. Artikel selengkapnya dapat anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Januari 2022