Komponen pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi
BOGOR, Sains Indonesia – Laju peningkatan produksi ternak di dalam negeri tidak mampu mengimbangi laju permintaan pangan asal ternak. Tahun 2020, lebih dari Rp 20 Trilyun devisa negara harus digelontorkan untuk mengimpor sekitar 1,24 juta ekor guna memenuhi kebutuhan daging nasional.
Ketiadaan lahan khusus bagi usaha peternakan, menyebabkan upaya meningkatkan populasi dan produksi sapi hanya dapat dilakukan melalui pemanfaatan biomassa tanaman pertanian. Pakan dalam usaha peternakan merupakan komponen input produksi terbesar, diperlukan inovasi dan teknologi pengolahan bahan pakan berbasis biomassa pertanian untuk meminimalkan biaya pakan.
Hal itu disampaikan ahli peneliti utama Balitbangtan, Kementerian Pertanian, Atien Priyanti saat pengukuhannya sebagai profesor riset yang menyampaikan orasi dengan judul “Penerapan Bioekonomi Di Sektor Pertanian Dalam Mewujudkan Kemandirian Pakan” pada Jumat (28/1) di Auditorium Ir. Sadikin Sumintawikarta, Bogor.
Lebih lanjut Atien mengatakan, pendekatan Bioekonomi sangat relevan dengan pembangunan pertanian ke depan, dalam upaya untuk mewujudkan kemandirian pakan dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya hayati (SDH). Secara umum bioekonomi dalam hal ini diartikan sebagai upaya pemanfaatan biomassa yang melimpah sebagai dasar untuk bahan pakan bagi usaha peternakan.
Biomassa, dalam hal ini adalah produk samping dari industri dan usaha pertanian, dapat menjadi input utama sebagai bahan baku pakan. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi biomassa pertanian yang melimpah untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak hingga dapat berkemandirian pakan.
“Hal ini dilaksanakan melalui penerapan bioekonomi yang diyakini dapat menjadi salah satu pendorong dalam pertumbuhan ekonomi ke depan, dan salah satu kunci strategi pembangunan abad ke-21” ujarnya.
Pakan merupakan komponen utama usaha peternakan, mencapai 60-70% dari total biaya produksi. Oleh karena itu, optimalisasi pemanfaatan biomassa yang jumlahnya sangat besar merupakan pilihan yang sangat tepat dalam mewujudkan kemandirian pakan.
Menurut Atien, biomassa tanaman dan dikombinasikan dengan legume juga memberikan respon yang positif terhadap kinerja Sapi Bali. Ia menyontohkan, usaha penggemukan Sapi Bali di wilayah Nusa Tenggara Barat menghasilkan kinerja yang baik dengan pemanfaatan biomassa jerami padi dan legume . Biomassa tanaman kelapa sawit melalui pemanfaatan teknologi mampu meningkatkan pertambahan bobot hidup harian sapi Bali sebesar 72% dari kondisi yang ada atau setara dengan 0,58 kg/hari.
Pengembangan kawasan peternakan berbasis kemandirian pakan dilakukan secara sinergis dengan budidaya tanaman unggul, seperti jagung dengan biomassanya sebagai sumber bahan pakan yang sangat potensial. Sasaran pengembangan kawasan ini adalah peningkatan populasi sapi dengan co-benefit produksi jagung serta nilai tambah ekonomi.
“Pembangunan peternakan dapat berkembang secara berkelanjutan apabila didukung oleh pemanfaatan sumber daya lokal. Pengembangan usaha peternakan berbasis biomassa diarahkan berbasis kawasan yang terintegrasi secara holistik.” tambahnya.
Kawasan ini dapat membuka peluang untuk memperoleh keuntungan, memberikan manfaat sosial, ekonomi dan menjaga kelestarian lingkungan sebagai wujud dalam menerapkan bioekonomi di sektor pertanian. “Kelompok tani-ternak menjadi modal dasar dalam rekayasa model kelembagaan ini.” tuturnya.
Setia Lesmana