Pengukuhan Profesor Riset ke 160, 161, dan 162 Kementerian Pertanian di Bogor, Jumat (28/1/2021)

Teknologi bio molekuler mampu diagnosis karakter virus secara akurat

BOGOR, Sains Indonesia –  Wabah flu burung atau avian influenza (AI) menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan. Tidak hanya menyebabkan kematian massal pada unggas, namun juga pada manusia.

Wabah flu burung dengan kasus tertinggi di Indonesia terjadi pada 2003 silam. Tercatat, 168 jiwa meninggal akibat terinfeksi flu burung, tertinggi di Asia saat itu.

Penyakit AI merupakan penyakit zoonosis yang sampai sekarang masih menimbulkan kerugian ekonomi dan ancaman kesehatan yang serius terhadap hewan dan manusia. Hal itu disampaikan ahli peneliti utama Balitbangtan, Kementerian Pertanian, NLP Indi Dharmayanti saat pengukuhannya sebagai profesor riset yang menyampaikan orasi berjudul “Inovasi Teknologi Veteriner Berbasis Biologi Molekuler Untuk Mendukung Pengendalian Penyakit Avian Influenza di Indonesia” pada Jumat (28/1) di Auditorium Ir. Sadikin Sumintawikarta, Bogor.

Data IPB University tahun 2011 mengungkapkan, serangan flu burung menyebabkan penurunan PDB. Penurunan PDB besar terjadi, yaitu 0,95 persen, ketika terjadi penurunan produktivitas di sektor unggas dan sektor-sektor yang terkait dengan isu flu burung. Penurunan PDB itu disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga dan ekspor. Penurunan konsumsi rumah tangga sebesar 0,78 persen dan penurunan ekspor 1,43 persen.

Kebaruan Teknologi

Menurut Indi, meski sejak tahun 2016 Indonesia sudah berhasil mengendalikan wabah AI, namun ancamannya akan tetap ada. Oleh karena itu dibutuhkan kebaruan teknologi untuk mengendalikan virus AI yang mudah bermutasi secara sangat dinamis.

“Teknologi veteriner berbasis biologi molekuler (ITVBM-AI) mampu secara akurat mendiagnosa dan mengetahui karakter virus yang bersirkulasi termasuk jenis obat dan vaksin yang digunakan” ungkapnya.

Indi menambahkan bahwa pengembangan ITVBM-AI mampu memberikan informasi karakter virus terkini, memprediksi keganasan virus sebagai early warning system menghadapi pandemi AI yang mungkin terjadi.

“Penerapan ITVBM-AI sebagai upaya preventif yaitu diagnosa dan kebaruan vaksin yang lebih baik dalam pengendalian penyakit sehingga membutuhkan dukungan dari pemerintah baik itu berupa kebijakan, kemudahan pendaftaran izin edar, maupun pemberian insentif bagi industri pengguna ITVBM-AI karya anak bangsa dalam mendukung pengendalian penyakit avian influenza secara tepat, cepat dan akurat serta mampu meminimalisir dampak dari penyakit avian influenza.” lanjutnya.

Kali ini Balitbangtan mengukuhkan tiga profesor riset, masing-masing di bidang kepakaran kedokteran hewan, ekonomi pertanian serta pemuliaan dan genetika tanaman.  Dengan dikukuhkannya ketiga profesor riset tersebut, hingga saat ini Kementerian Pertanian memiliki 58 orang profesor riset aktif, dari total 1581 peneliti.

Setia Lesmana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini