Dileburnya Pusat Penelitian Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat pengembangan vaksin merah putih sementara ini terhenti.
Di hadapan para wakil rakyat di Senayan, mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Amin Subandrio mengeluhkan terhambatnya izin penggunaan darurat (EUA) untuk vaksin COVID-19 berbasis protein rekombinan, yang sedianya diperoleh pada pertengahan 2022. LBM Eijkman adalah nama lembaga ini sebelum berubah menjadi PRBM Eijkman.
Penyebabnya, dileburnya PRBM Eijkman ke dalam BRIN yang berdampak tak kunjung cairnya anggaran pengembangan vaksin merah putih. Padahal sebelumnya telah disetujui Kementerian Riset dan Teknologi.
“Kalau saja LBM Eijkman diberi kesempatan, fasilitas, dan anggaran seperti saat kita ditugaskan tahun 2020, seharusnya vaksinnya bisa lebih cepat selesai,” kata Amin.
Menanggapi kegalauan Amin, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengatakan, pengembangan vaksin Merah Putih tetap menjadi prioritas dalam fokus kegiatan riset dan inovasi BRIN. Hanya saja, target memiliki vaksin Merah Putih bukanlah yang utama.
“Jauh lebih penting menciptakan kapasitas periset yang mampu mengembangkan vaksin secara mandiri,” kata Handoko.
BRIN tetap mendukung pengembangan vaksin Merah Putih. Buktinya, BRIN membangun dua infrastruktur utama, yakni infrastruktur produksi berstandar CPOB dan fasilitas uji praklinis tahap 2 di kawasan Cibinong Science Center di Bogor, Jawa Barat. Dua fasilitas tersebut yang akan digunakan untuk membantu pengembangan vaksin untuk manusia dan hewan itu siap digunakan di akhir triwulan I 2022.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito menjelaskan, saat ini vaksin sedang menunggu uji klinik fase I pada awal Februari mendatang. Menurut Penny, Universitas Airlangga dan PT Biotis telah selesai melakukan uji pra klinik vaksin Merah Putih pada hewan.
Bibit vaksin Merah Putih telah melalui uji praklinis tahap 1, 2 dan 3 kepada hewan dengan hasil aman dan baik. Bibit vaksin ini akan dilakukan uji klinis tahap 1 kepada 100 orang. Nantinya, uji klinis tahap 2 akan dilakukan kepada 400 orang relawan dan 1.000 orang pada uji klinis terakhir atau ketiga. Artikel selengkapnya dapat anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Februari 2022