Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana memberlakukan sistem kontrak penangkapan ikan untuk industri perikanan pada Maret 2022. Namun sistem yang akan diterapkan di Laut Arafura ini menuai sejumlah kritikan publik.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai Maret 2022 memberlakukan sistem kontrak penangkapan ikan di zona industri perikanan (fishing industry). Sistem kontrak berjangka 15 tahun ini merupakan bagian dari Kebijakan Penangkapan Terukur di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Dengan sistem itu, pemerintah menargetkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perikanan tangkap 2022 mencapai Rp 3 triliun dan diharapkan naik menjadi Rp 4 triliun pada 2023.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Mohammad Zaini mengungkapkan, zona industri perikanan yang menerapkan sistem kontrak penangkapan ikan meliputi empat zona di tujuh WPP, yakni WPP 711 (Laut Natuna dan Laut China Selatan), WPP 716 (Laut Sulawesi), dan 717 (Teluk Cendrawasih dan Samudra Pasifik). Selain itu, ada WPP 715 (Laut Maluku dan Laut Halmahera), WPP 718 (Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor bagian timur), serta WPP 572 (Samudra Hindia sebelah barat) dan 573 (Samudra Hindia sebelah selatan Jawa hingga Nusa Tenggara). Artikel selengkapnya dapat anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Februari 2022