Belanda Meminta Maaf:
Kekerasan Ekstrim di Perang Kemerdekaan RI 1945-1949

0
130

Pada 17 Februari 2022, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, secara resmi menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat Indonesia atas kekerasan ekstrim yang dialami rakyat Indonesia selama Perang Kemerdekaan 1945-1949. Pernyataan Mark Rutte menyusul hasil riset di Belanda berjudul Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan dan Perang di Indonesia, 1945-1950.

Riset yang berlangsung kurun 2017-2021, melibatkan para sejarawan dari Royal Institute of Southeast Asian & Caribbean Studies (KITLV), National Institute for War, Holocaust & Genocide Studies (NIOD), dan Netherlands Institute of Military History (NIMH) serta 11 sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

”Pemerintah dan pemimpin militer Belanda, pada saat itu, telah dengan sengaja melakukan pembiaran atas penggunaan kekerasan ekstrim yang dilancarkan secara sistematis dan meluas oleh personel militer Belanda selama Perang Kemerdekaan Indonesia. Kami harus menerima fakta yang memalukan ini. Atas nama Pemerintah Belanda, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia,” demikian pernyataan Rutte.

Sejarah mencatat, pada 1945-1950, Kerajaan Belanda mengirimkan sekitar 130.000 tentaranya untuk menumpas gerakan Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Belanda tidak mengakui Kemerdekaan RI ini dan membonceng tentara Sekutu ikut masuk kembali ke Indonesia, membentuk Netherlands Indies Civil Administration (NICA), guna menjajah kembali Indonesia. Artikel selengkapnya dapat anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Maret 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini