Perdebatan tentang eksistensi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kini tidak lagi relevan. Mari beri ruang untuk BRIN menjalankan amanatnya. Namun jika dalam tiga hingga empat tahun ke depan hasil peleburan tidak menghasilkan karya unggul, masa depan riset jadi taruhannya.
Peleburan lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang) pada lingkup kementerian dan lembaga (K/L) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) -sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN- menjadi pertaruhan soal masa depan riset Indonesia. Hingga kini sejumlah lembaga risbang telah diintegrasikan ke BRIN dan bertransformasi menjadi Organisasi Riset (OR) yang menjalankan aktivitas riset.
Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang P Wiratraman, Perpres 78/2021 tentang BRIN tersebut justru memperlihatkan tiga karakter dominan, yakni birokratisasi, sentralisasi, dan kendali. Hal itu dinilai kontradiktif dibandingkan upaya dalam mengembangkan dan menguatkan kelembagaan riset. Terlebih lagi, dunia ilmu pengetahuan tidak pernah lepas dengan konteks politik ekonomi yang memengaruhinya.
Dalam Perpres 78/2021 Pasal 3 disebutkan, BRIN diberi wewenang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (Litbangjirap) serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan secara nasional yang terintegrasi, serta melakukan monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artikel selengkapnya dapat anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Maret 2022