Sesuai Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021, struktur organisasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sudah jelas wujudnya. Sejumlah lembaga penelitian diintegrasikan ke BRIN menjadi Organisasi Riset (OR) yang akan menjalankan aktivitas riset. OR akan menjadi ujung tombak lahirnya aneka inovasi.
Kebijakan pengintegrasian sejumlah lembaga penelitian ini banyak yang meragukan akan eksistensi BRIN. Mulai dari isu sentralisasi-desentralisasi riset, lembaga riset yang ideal, metamorfosa eks lembaga litbang di kementerian/lembaga (K/L) teknis, hingga riset-riset strategis yang tengah berjalan justru terancam mandek bahkan dihentikan.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, bercerita kepada Sains Indonesia, Senin (7/2), soal isu-isu tersebut dan rencana pengembangan ekosistem riset ke depannya. Ia optimistis keberadaan BRIN justru akan semakin memperkuat ekosistem dan iklim riset di Indonesia. Berikut petikan wawancaranya:
Berkaitan tentang sentralisasi riset, bagaimana membentuk BRIN yang tangguh pasca semua lembaga penelitian di seluruh lingkup K/L itu disatukan?
Perlu digarisbawahi bahwa inti dari proses integrasi ke BRIN adalah untuk mengonsolidasikan sumber daya yang selama ini tercecer di terlalu banyak K/L. Baik itu SDM (unggul), infrastruktur, maupun anggaran. Karena tiga hal inilah yang menjadi input utama aktivitas riset untuk menghasilkan invensi dan inovasi. Justru dengan adanya BRIN, tiga hal ini akan semakin kuat, ekosistem riset dan iklim riset kita akan semakin kuat, karena terciptanya kolaborasi dan tidak ada tumpang tindih riset. Artikel selengkapnya dapat anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Maret 2022