Dampak perubahan iklim telah membuat musim tidak menentu sehingga menyulitkan petani untuk menentukan masa tanam. Pemahaman petani terhadap ilmu agrometeorologi dapat membantu mereka beradaptasi dengan perubahan iklim.
Sektor pertanian di Indonesia kini menghadapi ancaman perubahan iklim yang semakin nyata. Perubahan iklim, secara langsung maupun tidak langsung, telah mengubah pola curah hujan, kekeringan, banjir, hingga redistribusi geografis hama dan penyakit. Perubahan-perubahan itu lalu menyebabkan terganggunya produktivitas pertanian. Ketahanan pangan pun menjadi rentan. Kesejahteraaan masyarakat -khususnya petani- juga menurun.
Menurut Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, perubahan iklim (climate change) adalah satu dari tiga hal yang saat ini mengganggu ketahanan pangan nasional, selain pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina. Syahrul mengungkapkan, perubahan iklim akan menganggu produktivitas yang akhirnya akan menyebabkan krisis pangan dunia dan krisis energi.
“FAO (Organisasi Pangan Dunia) telah mengatakan bahwa kita akan memasuki krisis pangan dunia, di mana kelaparan akan terjadi dan ini menjadi tantangan juga bagi Indonesia. Masa tanam misalnya, tidak lagi terpola karena perubahan cuaca. Musim tanam Oktober-Maret kini acap kali terlambat di beberapa tempat karena hujan belum turun. Begitu pun kemarau yang masih kerap turun hujan,” ujarnya, belum lama ini. Artikel selengkapnya dapat anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Juli 2022