Setiap negara akan membagikan pengalaman mereka dalam adopsi teknologi hadapi perubahan iklim

Balitbangtan menggelar Technical Workshop dalam rangka menghadapi perubahan iklim di sektor pertanian yang dihadiri puluhan ilmuwan dan lembaga riset dari negara-negara anggota G20 di Bogor, 3-5 Agustus 2022

BOGOR, Sains Indonesia – Isu perubahan iklim menjadi perhatian utama negara-negara anggota Group of Twenty atau G20, yang beranggotakan sebelas negara maju dan sembilan negara berkembang. Kenaikan suhu bumi yang memicu perubahan iklim berdampak pada krisis pangan dan energi global.

Sesuai slogan kampanye G20 tahun ini, ‘Recover Together, Recover Stronger’, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) menggelar Technical Workshop G20 on Climate Change di Bogor, 3-5 Agustus 2022. Dalam kegiatan tersebut hadir sejumlah ilmuwan dan perwakilan Lembaga riset dari anggota G20 yang akan memaparkan pengalaman praktek implementasi dan adopsi inovasi dan teknologi dalam menyiasati dan memitigasi perubahan iklim.

Kepala Balitbangtan Prof Fadjry Djufry mengatakan, pihaknya menawarkan sejumlah teknologi baik pengelolaan lahan, budidaya pertanian, hingga penolahan pascapanen. Hingga saat ini, Balitbangtan sudah memiiki 700 inovasi dan teknologi yang sudah diadopsi oleh end user baik petani maupun industri.

Menurut Fadjry, diperlukan teknologi dan inovasi untuk mendukung swasembada dan ketahanan pangan Indonesia di tengah ancaman dampak perubahan iklim. Ditengah jumlah penduduk yang terus tumbuh di satu sisi dan terjadinya pengurangan lahan pertanian maupun degradasi lahan, maka hanya dengan penggunaan inovasi dan teknologi yang bisa mempertahankan produktivitas dan produksi pertanian, terutama pangan.

“Kegiatan ini kami manfaatkan untuk sharing knowledge, bertukar pengalaman atau lesson learned dari berbagai negara sehingga saling melengkapi pengetahuan dan strategi dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Fadjry.

Lebih lanjut Fadjry mengatakan, Indonesia telah memiliki teknologi pangan yang produktif untuk menghasilkan berbagai varietas komoditas pangan seperti padi, jagung, kedelai, sorgum, maupun komoditas perkebunan seperti sawit, kopi dan kakao. Berbagai inovasi dan teknologi serta implementasinya hingga pengalaman rencana aksi dalam menghadapi ancaman krisis pangan global akibat perubahan iklim disampaikan.

Keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan swasembada padi menjadi daya tarik bagi negara-negara anggota G20. Sudah ratusan padi yang dihasilkan oleh Balitbangtan selama lebih dari empat dekade ini, di mana 95% varietas yang ditanam petani di Indonesia merupakan hasil inovasi Balitbangtan.

Menurut Fadjry, Indonesia berbagi pengalaman dalam menghadapi perubahan iklim, bahkan perubahan ekstrem dengan menghasilkan varietas-varietas padi yang spesifik lokasi dan musim. Masing-masing disiapkan puluhan varietas padi tahan kekeringan, tahan genangan, hingga tahan salinitas. Juga padi yang bersifat fungsional untuk Kesehatan seperti padi anti stunting, beras merah, beras hitam, hingga padi khusus untuk substitusi impor seperti padi javonica hingga basmati.

Sedangkan dari negara-negara lain juga akan ditampilkan bagaimana inovasi dan teknologi pertanian yang mampu mereduksi emisi gas rumah kaca, upaya meningkatkan kapasitas dan pengetahun petani, hingga memperkuat standardisasi di sektor pertanian dengan penerapan sertifikasi dan ecolabelling. Ke depan, pertanian harus memiliki standardisasi baik standar nasional Indonesia (SNI) maupun standar global sehingga bisa berdaya saing di pasar global.

“Dalam dua hari ke depan, kami akan belajar bersama, berbagi pengetahuan. Mudah-mudahan kita bisa mengimplementasikan  apa yang mereka lakukan dan apa yang harus kita siapkan dalam rangka menghadapi krisis pangan global karena perubahan iklim seperti itu,” jelasnya.

Setia Lesmana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini