Alutsista ABRI/TNI Dekade 1960-an Buatan Uni Sovyet

0
113

Saat kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Moscow, 30 Juni 2022, Presiden Rusia, Vladimir Putin menyampaikan betapa dekat hubungan Indonesia-Rusia sejak 1945 lalu. Ada beberapa bangunan monumental yang mengabadikan eratnya hubungan persahabatan antara kedua negara, seperti Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, juga pabrik baja yang sekarang menjadi Krakatau Steel di Cilegon, Jawa Barat, serta Reaktor Nuklir Kartini di Yogyakarta.

Ada satu sektor yang luput disampaikan Presiden Putin kepada Presiden Jokowi, yaitu pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) TNI/ABRI dari Rusia/Uni Sovyet dalam rangka Operasi Trikora Pembebasan Irian Barat, serta pendidikan bagi perwira-perwira TNI ke Uni Sovyet, 1960-1963.

Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, September 1949 mengakui kemerdekaan dan kedaulatan negara Republik Indonesia. Isu dekolonisasi Irian Barat akan dibahas setahun kemudian. Begitu bunyi kesepakatan KMB Den Haag 1949. Rupanya Belanda ingkar janji. Ditunggu-tunggu sejak 1950, selama 10 tahun, hingga tahun 1960, pihak Belanda tetap tidak mau membahas isu dekolonisasi Irian Barat ini.

Strategi Dua Jalur
Presiden Soekarno lalu membuat strategi dua jalur, pertama lewat jalur diplomasi dan kedua lewat kekuatan senjata. Ketika isu dekolonisasi Irian Barat disampaikan oleh Presiden Soekarno kepada Presiden Amerika Serikat (AS), Dwight D Eisenhower, tampaknya AS hanya bisa mendukung Alutsista non-kombatan untuk TNI/ABRI, seperti pesawat angkut C-130 Hercules, sedang untuk pengadaan Alutsista mematikan (lethal weapons), pihak AS tidak bersedia menjualnya kepada Indonesia. Artikel selengkapnya dapat anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Agustus 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini