Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengembangkan 29 Standar Nasional Indonesia atau SNI Pupuk untuk meningkatkan kualitas pangan. Sembilan diantaranya bersifat wajib dan telah diterapkan oleh 129 Industri pupuk di Indonesia.
Jakarta, Sains Indonesia – Meningkatkan mutu dan kualitas tanaman pangan dan hortikultura merupakan kunci penting untuk bertahan dari ancaman krisis pangan sebagai imbas dari pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim dunia. Ketahanan pangan nasional dapat dicapai melalui peningkatan produksi, produktivitas, akses pasar, pertanian modern ramah lingkungan, serta kesejahteraan petani. Pupuk ber-SNI menjadi satu tolak ukur keberhasilan.
Sejalan dengan arah tersebut, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengembangkan 29 SNI Pupuk. SNI Pupuk tersebut ada yang bersifat sukarela, namun juga ada yang diberlakukan secara wajib. “Dari 29 SNI pupuk yang telah ditetapkan, 9 SNI diberlakukan secara wajib,” ungkap Kepala BSN, Kukuh S Achmad saat ditemui di Jakarta (2/8).
Sembilan SNI pupuk yang diberlakukan wajib yaitu SNI 2801:2010 Pupuk urea; SNI 2803:2012 Pupuk NPK padat; SNI 02-1760-2005 Pupuk amonium sulfat; SNI 02-0086-2005 Pupuk tripel super fosfat; SNI 02-2805-2005 Pupuk kalium klorida; SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36; SNI 02-3776-2005 Pupuk fosfat alam untuk pertanian; SNI 7763:2018 Pupuk organik padat; serta SNI 8267:2016 Kitosan cair sebagai pupuk organik – Syarat mutu dan pengolahan.
Kukuh menyebut, pemberlakuan SNI secara wajib ditetapkan oleh pemerintah dengan alasan untuk melindungi konsumen. “Penerapan SNI pupuk akan menjamin kualitas dari produk pupuk yang harapannya dapat memenuhi harapan petani/pengguna. Selain itu, pupuk yang tidak sesuai spesifikasi, akan merusak unsur tanah dan juga tanaman sehingga mempengaruhi keberhasilan panen dan fungsi kelestarian lingkungan hidup,” ujarnya.
Saat ini ada 2 jenis pupuk yang disubsidi pemerintah, yaitu pupuk urea dan NPK. Dalam SNI 2801:2010 disebutkan, pupuk urea adalah pupuk buatan yang merupakan pupuk tunggal, mengandung unsur hara utama nitrogen, berbentuk butiran (prill) atau gelintiran (granular) dengan rumus kimia CO(NH2)2. Adapun syarat mutu pupuk urea dilihat dari kadar nitrogen, kadar air, kadar biuret dan ukuran. Jika salah satu persyaratan mutu dalam SNI tersebut tidak terpenuhi, maka akan berakibat pada kebaikan alami tanah dan juga keberhasilan tanaman.
“Dalam SNI 2801:2010 Pupuk urea persyaratan mutunya terbagi menjadi dua, yakni butiran dan gelintiran. Mutu yang dilihat dari kadar nitrogen baik butiran maupun gelintiran minimal 46,0%; kadar air, baik butiran maupun gelintiran maksimal 0,5%; sementara kadar biuret, untuk butiran maksimal 1,2% dan gelintiran maksimal 1,5%,” terang Kukuh.
Sementara berdasarkan SNI 2803:2012, pupuk NPK padat adalah pupuk anorganik majemuk buatan berbentuk padat yang mengandung unsur hara makro utama nitrogen, fosfor dan kalium, serta dapat diperkaya dengan unsur hara mikro lainnya. SNI 2803:2012 menetapkan persyaratan mutu pupuk NPK padat diantaranya kadar nitrogen total minimal 6%; kadar fosfor total minimal 6%; kadar kalium minimal 6%; kadar N minimal 30%; dan kadar air maksimal 3%. Sedangkan cemaran logam berat merkuri maksimal 10 mg/kg; cadmium 100 mg/kg; dan timbal 500 mg/kg. Untuk kandungan arsen maksimal 100 mg/kg.
Mengingat pentingnya persyaratan mutu SNI dan akibatnya jika tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka pemerintah tidak menoleransi peredaran atau penjualan pupuk non SNI, yang sudah diberlakukan secara wajib SNI nya.
Dukung Penerapan SNI
Berdasarkan data BSN, sampai saat ini tercatat ada 129 Industri pupuk yang menerapkan SNI di Indonesia. PT Pupuk Kujang salah satunya. AVP Penjualan Wilayah Jabar 2 PT Pupuk Kujang, Fajar Ahmad menyebut, PT Pupuk Kujang terus mendukung penerapan pupuk ber-SNI dengan penyediaan produk pupuk ber-SNI.“Kami juga mendorong penggunaan pupuk ber-SNI oleh para petani, namun masih dijumpai peredaran pupuk palsu akhir-akhir ini,” ujarnya.
Menurut Fajar, ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan pupuk asli dan palsu. Pertama, lihat dari kemasannya, mulai dari nomor pendaftaran, nama perusahaan, merk terdaftar, dan peruntukannya. Informasi tersebut bisa dikonfirmasi di Kementerian Pertanian atau Kementerian Perdagangan. Apabila tidak terdaftar di data kementerian, maka pupuk tersebut bisa dipastikan bukanlah pupuk asli.
“Selain itu, jika peruntukannya antara yang diajukan atau didaftarkan di data di kementerian berbeda dengan kondisi riil dilapangan, bisa dikatakan, pupuk tersebut bukan pupuk asli. Misalnya, pendaftaran atau pengajuan di kementerian untuk pestisida, tetapi di lapangan merk tersebut malah peruntukannya untuk pupuk,” ungkap Fajar.
Kedua, melalui cek hasil uji lab. Dan ketiga, melalui cek label SNI. “Untuk produk pupuk PT Pupuk Indonesia, harus ada SNI-nya, termasuk pupuk keluaran PT Pupuk Kujang. Dengan menggunakan pupuk ber-SNI yang sudah terjamin kualitasnya, bertani bisa jauh lebih menguntungkan. Petani bisa lebih sejahtera lagi,” terang Fajar.
Dukungan terhadap penerapan SNI pupuk juga datang dari PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri). Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan produksi utama pupuk, Pusri siap membantu pemerintah mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan serta menghadapi ancaman krisis pangan dunia. Menurut Pusri, industri pupuk sebagai sektor hulu dari proses pertanian, memegang peran strategis terhadap keberhasilan hasil pertanian.
“Pusri, sebagai aset kebanggaan Sumatera Selatan, menjadi bagian yang dibutuhkan dalam ketahanan pangan nasional, sehingga Pusri akan terus berproduksi dan berkomitmen untuk mempertahankan produktivitas hasil pertanian nasional. Sampai semester 1/2022, kami telah menyalurkan Public Service Obligation (PSO) sebanyak 1.020.154 ton pupuk bersubsidi yang sudah ber-SNI kepada petani,” ungkap Direktur Utama PT Pusri, Tri Wahyudi Saleh, (29/8).
Menurut Tri, Pusri harus mempertahankan stabilitas dan ketahanan pabrik sehingga tetap bisa memproduksi sekitar 2,6 juta ton pupuk urea dan 300 ribu ton pupuk NPK ber-SNI. Oleh karena itu, Pusri akan melakukan revitalisasi pabrik yang sudah lama dengan pabrik pupuk baru yang lebih efisien, hemat energi, dan ramah lingkungan. Tri berharap revitalisasi dapat dirampungkan dalam dua tahun ke depan.
“Kami sempat terkendala pasokan bahan baku pupuk yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina. Karena Rusia adalah negara eksportir bahan baku pupuk terbesar. Namun, kondisi tersebut tidak berlangsung lama, karena saat ini pasokan bahan baku pupuk sudah masuk dan aman sampai dengan akhir tahun ini. Tapi kami bisa memastikan bahwa ketersediaan pupuk bersubsidi aman sampai tahun depan,” ungkap Tri.
Pupuk SNI untuk Memaksimalkan Potensi Pertanian
Menurut Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Heru Suseno, sesuai arahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, semua pihak harus mampu memaksimalkan potensi pertanian Indonesia. “Standardisasi yang didukung dengan kegiatan penilaian kesesuaian dapat secara signifikan berkontribusi pada terwujudnya ketahanan pangan,” ungkapnya.
Hingga berita ini ditulis, BSN tercatat telah menetapkan 3.018 SNI terkait pertanian dan teknologi pangan. Dari jumlah tersebut, terdapat 29 SNI pupuk yang masih berlaku. Dari 29 SNI pupuk, 28 SNI dirumuskan oleh Komite Teknis 65-06 Produk Agrokimia seperti SNI 2803 Pupuk NPK padat dan SNI 2801 Pupuk urea. Sedangkan 1 SNI lainnya dirumuskan oleh Komite Teknis 65-08 Produk perikanan non-pangan yaitu SNI 8267 kitosan cair sebagai pupuk organik.
Heru memastikan, penggunaan pupuk berkualitas akan menentukan keberhasilan pertanian. Pasalnya, pupuk dapat meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Langkah produsen pupuk dalam memproduksi pupuk ber-SNI dinilai tepat untuk membantu meningkatkan dan mempercepat hasil produksi tanaman serta meningkatkan kesuburan tanaman yang akan mendukung peningkatan produksi hasil pertanian.
“Adanya SNI dalam produk pupuk dapat memberikan jaminan bahwa pupuk tersebut telah memenuhi syarat mutu pupuk yang telah dirumuskan oleh para ahli,” ujar Heru.
Faris Sabilar Rusydi