Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut, stunting di Indonesia pada 2022 mencapai 24,4 persen atau berada di atas standar organisasi kesehatan dunia (WHO), yakni 20 persen. Pemanfaatan Iptek Nuklir diklaim bisa menjadi satu solusi meningkatkan level nutrisi pada makanan untuk mencegah stunting yang lebih parah.
Jakarta, Sains Indonesia – Data hasil survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkap bahwa tahun ini angka stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen. Angka ini berada di atas standar yang ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) yaitu sebesar 20 persen. Stunting telah menjadi momok dan masalah kesehatan bagi anak-anak di Tanah Air.
Mengacu pada data Kementerian Kesehatan, stunting didefinisikan sebagai suatu kondisi terganggunya tumbuh kembang anak yang umumnya disebabkan oleh kekurangan nutrisi, infeksi berulang, atau stimulasi psikologis yang kurang memadai. Masalah stunting pada anak maupun penduduk Indonesia merupakan hal yang cukup serius lantaran menentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Stunting dan malnutrisi menjadi tantangan yang harus dijawab guna menyongsong Indonesia Emas 2045. Masalah tersebut hanya dapat diatasi melalui upaya kolektif dari berbagai sektor dan multidisiplin. Di satu sisi, pemerintah Indonesia telah menetapkan target penurunan kasus stunting dalam negeri sebesar 3,5 persen per tahun. Sejumlah upaya dilakukan. Salah satunya dengan memanfaatkan Iptek Nuklir.
Sejumlah saintis mengungkapkan, Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) nuklir melalui teknik analisis nuklir dapat mendeteksi kandungan nutrisi pada sebuah makanan. Dengan mengetahui kadar nutrisi tersebut, kondisi malnutrisi pada anak dapat diketahui lebih cepat, sehingga stunting dapat dicegah lebih dini. Upaya mencegah stunting dengan Iptek nuklir itu kini tengah dikembangkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi Deteksi Radiasi dan Analisis Nuklir (PRTDRAN).
Saat memberikan Kuliah Ilmiah dalam event G A Siwabessy Memorial Lecture 2022 di Jakarta (12/12), Peneliti Ahli Utama PRTDRAN, Muhayatun menyebut, malnutrisi pada anak-anak tidak hanya disebabkan oleh kekurangan nutrisi, tapi juga bisa disebabkan oleh kelebihan asupan nutrisi ke dalam tubuh. Ada sejumlah penyebab malnutrisi yang dialami anak-anak, diantaranya yaitu kurangnya variasi makanan, pola makan kurang baik, lingkungan tidak sehat, serta masalah kemiskinan dan kesetaraan.
Menurut Muhayatun, perak teknik analisis nuklir atau Nuclear Analytical Technique adalah bagaimana Indonesia mampu mendeteksi multi eleman yang terdapat pada sampel yang ingin dideteksi, khususnya yang berbasis gamma ray (Neutron Activation Analysis) , X-ray (X-ray Fluorescence), gabungan antara gamma ray dan X-ray (Accelerator Based Ion Beam Technique) maupun metode yang lebih kompleks (Synchrotron Radiation Technique).
Lebih lanjut Muhayatun menyebut, ada lima kelebihan dari teknik analisis menggunakan teknologi nuklir, yaitu simultan, tidak merusak, selektif-sensitif, tidak memerlukan banyak sampel, serta waktu yang lebih efektif. Selain itu, teknis analisis nuklir memberikan hasil yang memuaskan dalam penentuan komposisi zat gizi khususnya mineral mikro dan makro. Data riset juga digunakan sebagai informasi serta evaluasi status gizi pada bahan pangan dan asupan pada anak sekolah, batita, atau batuta sebagai langkah awal asesmen kecukupan gizi.
“Dengan mengambil sampling berbagai bahan makanan yang dikonsumsi oleh anak balita dari tiga daerah di Jawa yaitu Bandung Barat, Lebak, dan Lamongan ditemukan bahwa banyak anak-anak mengalami kekurangan gizi karena jumlah konsumsi mikronutrien yang dibawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA),” ujar Muhayatun.
Studi PRTDRAN di dearah industri juga mengungkap bahwa lingkungan sangat berpengaruh pada mikronutrien dalam makanan. Sebab itu, masalah gizi sejatinya tidak cukup dengan hanya membenahi aspek gizi dengan cara memenuhi gizinya, namun juga perlu perhatian dari sisi lingkungan di sekitarnya karena keduanya saling melengkapi satu sama lain.
Berbagai Upaya dan Kolaborasi
Pemerintah sejatinya telah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi kasus stunting di Indonesia. Di antaranya dengan mengidentifikasi penyebab stunting, melibatkan berbagai pihak, pendampingan aktif untuk masyarakat kurang mampu, melakukan edukasi dan konseling kepada masyarakat, meningkatkan daya beli masyarakat, mempermudah akses layanan kesehatan, melakukan intervensi nutrisi, menjamin ketersediaan pangan, serta menjaga dan meningkatkan kesehatan lingkungan dan sanitasi.
“Kita ambil contoh salah satu daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan provinsi dengan kondisi presentase stunting cukup besar. Di sana kami meneliti jagung bose, salah satu makanan penduduk lokal yang bisa dijadikan pangan alternatif pencegah stunting, lalu memberi rekomendasi kepada pemerintah setempat mengenai apa saja yang harus diberikan pada masyarakat agar gizi dan nutrisi masyarakat dapat terpenuhi,” jelas Muhayatun.
Tidak hanya meneliti bahan pangan lokal suatu daerah, Muhayatun dan tim juga melakukan kolaborasi agar terbentuk lingkungan yang mendukung pencegahan stunting di daerah tersebut. “kami juga melibatkan politeknik kesehatan gizi setempat, kemudian periset dan rekan-rekan yang piawai melakukan penelitian mengenai gizi. Lalu hasil dari kolaborasi kami adalah rekomendasi yang akan diberikan kepada pemerintah setempat untuk dilakukan sosialisasi maupun program lain untuk mencegah stunting,” lanjutnya.
Kolaborasi internasional juga dilakukan dalam penggunaan teknologi nuklir. Saat ini Indonesia tercatat memiliki tiga reaktor riset yang bisa dimanfaatkan untuk memproduksi isotop stabil sebagai bahan utama untuk mendeteksi kandungan mikro esensial dalam bahan pangan. Dari berbagai negara yang memiliki reaktor riset, Indonesia telah menginspirasi dunia sekaligus memberi dampak baik dalam penggunaan reaktor-reaktor riset tersebut.
“Kami berkolaborasi melalui forum seperti forum nuklir internasional, konfrensi, publikasi, dan lain sebagainya. Pencegahan stunting adalah hal penting, tidak hanya Indonesia, namun juga bagi dunia. Maka lesson learndari setiap kasus dan penyelesaiannya di negara lain sangat dibutuhkan. Bagi kami, harapannya adalah Indonesia Emas di 2045. Generasi muda adalah mereka yang akan membantu mewujudkan. Saatnya kita berperan aktif untuk menurunkan prevalensi stunting,” jelas Muhayatun.
G A Siwabessy Memorial Lecture 2022
Kiprah Muhayatun di bidang Iptek Nuklir, khususnya bagi lingkungan dan kesehatan telah mengantarnya meraih banyak apresiasi. Terkini, dirinya dianugerahi G A Siwabessy Memorial Lecture 2022, yaitu penghargaan life time achievement yang diberikan kepada mereka yang memiliki kontribusi dan sumbangsih bagi bangsa dan negara di bidang nuklir. Apresiasi itu disampaikan dalam event G A Siwabessy Memorial Lecture 2022 yang diselenggarakan BRIN, pada Senin (12/12), di Jakarta.
“Kami ucapkan selamat dan bangga, kepada Prof Muhayatun atas prestasi ilmiah, serta peran besarnya dalam mengembangkan teknologi analisis nuklir untuk inovasi nasional dan internasional. Semoga ini menjadi inspirasi bagi generasi muda, layaknya inspirasi yang ditumbuhkan oleh Prof G A Siwabessy,” ungkap Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko.
Laksana menyebut, Muhayatun berfokus pada riset terkait pemanfaatan teknik analisis nuklir di bidang lingkungan dan kesehatan. Di bidang lingkungan, Muhayatun memanfaatkan teknik analisis nuklir untuk melakukan karakterisasi terhadap partikulat udara. Dengan karakterisasi yang detail ini, mampu menginterpretasi lebih jauh terkait dengan sumber-sumber pencemar yang ada.
“Sebagai periset yang sudah berkecimpung dalam dunia riset lebih dari 30 tahun, Muhayatun juga banyak melakukan kolaborasi riset, antara lain dengan Austalian Nuclear Science and Technology Organisation (ANSTO), International Atomic Energy Agency (IAEA), dan Regional Cooperative Agreement Regional Office (RCARO). Sudah banyak kontribusi ilmiah yang dia torehkan, di ataranya mempublikasikan ratusan jurnal ilmiah, baik nasional maupun internasional,” tutup Handoko.
Faris Sabilar Rusydi