Teknik Analisis Nuklir Untuk Atasi Pencemaran Udara

0
134

Meningkatnya urbanisasi dan aktivitas ekonomi di Indonesia dalam tiga dekade terakhir telah meningkatkan pencemaran udara di daerah perkotaan dan kawasan industri. Kualitas udara cenderung terus menurun. Pemanfaatan teknik analisis nuklir diklaim bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi pencemaran udara yang kian memburuk.

Jakarta, Sains Indonesia – Polusi yang kian memburuk salah satunya terjadi karena sumber pencemar telah melampaui daya dukung lingkungan. Pencemaran udara berdampak cukup signifikan pada gangguan kesehatan manusia, ekosistem, perubahan iklim, hingga pemanasan global. Resiko kesehatan karena pencemaran udara di perkotaan dan kawasan industri lantas mendapat banyak perhatian dari para ahli dan aktivis lingkungan.

Laman Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menyebutkan, parameter utama polutan udara yang memiliki dampak signifikan pada kesehatan adalah partikulat udara atau particulate matter (PM). Partikulat udara berukuran kurang dari 2,5  mikrometer (PM2,5) yang disebut dengan partikulat halus sangat berbahaya karena mampu menembus bagian terdalam dari paru-paru dan jantung, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan akut, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskuler, hingga kematian.

Menurut Peneliti Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Muhayatun Santoso, salah satu aspek penting dalam konsep pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran udara adalah tersedianya data karakterisasi dan identifikasi jenis polutan. Karakterisasi polutan udara adalah langkah utama dalam identifikasi sumber pencemar. Untuk mendapat gambaran komprehensif terhadap kualitas udara, data riset karakteristik partikulat udara dan identifikasi jenis sumber pencemar spesifik dari setiap perkotaan sangat diperlukan.

ORTN-BRIN (dulu bernama Batan) telah mengaplikasikan Teknik Analisis Nuklir (TAN) untuk melakukan karakterisasi dan identifikasi terhadap sumber pencemar. TAN dilakukan dengan tujuan mengetahui jenis unsur, kuantitasnya, maupun sumber asal pencemaran. ORTN-BRIN telah melakukan karakterisasi dan identifikasi terhadap jenis dan asal sumber pencemar, di sejumlah kota besar di Indonesia seperti DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palangkaraya dan Pekanbaru untuk menentukan konsentrasi massa PM2,5 dan PM10, black carbone (BC), serta konsentrasi berbagai unsur seperti Mg, Al, Si, S, K, Ca, Ti, Mn, Fe, Zn dan Pb.

Teknik Analisis Nulir merupakan satu-satunya metode karakterisasi yang sesuai karena memiliki kemampuan mendeteksi secara simultan, sensitif, limit deteksi hingga orde nanogram, cepat dan tidak merusak. Sumber Gambar: Presentasi Prof Muhayatun Santoso saat Kuliah Ilmiah dalam G A Siwabessy Memorial Lecture 2022 di Jakarta, (12/12).

Data dan informasi tersebut menjadi sangat penting karena digunakan sebagai dasar dalam penentuan kebijakan pengelolaan lingkungan yang terarah. Selain digunakan sebagai baseline data dan bahan masukkan untuk penetapan baku mutu kualitas udara, data tersebut juga mampu mendeteksi dini terjadinya pencemaran logam berat. TAN juga bisa mengestimasi jenis dan lokasi sumber pencemar, sehingga berbagai strategi pengelolaan dapat segera dilakukan agar dampak yang lebih buruk pada kesehatan masyarakat dan kerugian finansial yang lebih besar dapat dihindari.

Hasil riset TAN Batan pada 2015 mengungkap data partikulat udara dari 10 kota dan hasilnya menunjukkan rerata tahunan PM2,5 Pekanbaru telah melebihi baku mutu udara ambien (15 Amikrogram/m3), sedangkan untuk lokasi sampling lainnya berada di bawah baku mutu tersebut. Rata-rata konsentrasi PM10 pada beberapa kota tersebut berada di bawah batas ambang harian (150 Amikrogram/m3). Konsentrasi BC di wilayah padat penduduk yang tinggi seperti Denpasar memiliki konsentrasi lebih tinggi. 

Pada riset tersebut, karakteristik sampel yang dilakukan dengan TAN telah terkuantifikasi 13 unsur pencemar, yaitu Mg, Al, Si, S, K, Ca, Ti, Mn, Fe, Ni, Cu, Zn dan Pb. Dari hasil yang diperoleh teridentifikasi bahwa Makassar memiliki kecenderungan terjadinya pencemaran logam; Denpasar pencemaran yang berasal dari pembakaran biomassa; Pekanbaru dan Palangkaraya pada saat kebakaran hutan mengalami peningkatan unsur S serta PM2,5 yang sangat tinggi mencapai 7 kali di atas baku mutu harian.

Meningkatnya urbanisasi dan aktivitas ekonomi di Indonesia dalam tiga dekade terakhir telah meningkatkan pencemaran udara di daerah perkotaan dan kawasan industri. Kualitas udara cenderung terus menurun. Pemanfaatan teknik analisis nuklir diklaim bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi pencemaran udara yang kian memburuk. Sumber Gambar: Kompas.

“Terkait dengan kualitas udara, Indonesia ini memang cukup unik. Kita bisa mengidentifikasi kualitas udara di masing-masing perkotaan, bergantung dari sumber-sumber yang ada di kota tersebut. Saat ini kita sedang concern dengan kota-kota dengan industri yang banyak. Setiap setahun atau dua tahun sekali, kita memberikan laporan ke kota-kota tersebut, mengenai apa yang kita lakukan,” papar Muhayatun, saat memberikan Kuliah Ilmiah dalam G A Siwabessy Memorial Lecture 2022 di Jakarta, (12/12).

Penerima G A Siwabessy Memorial Lecture (penghargaan lifetime achievement  terhadap perkembangan kenukliran) itu menyebut, ada sejumlah kandungan logam berat yang lebih tinggi, namun jika diketahui advance materialnya lebih awal, bisa menjadi early warning bagi para pemangku kepentingan. Dan jika kemudian diketahui siapa yang menjadi sumbernya, maka akan sangat bagus bagi pemerintah setempat untuk mereduksinya. 

“Beberapa hal kita lihat memang tidak menurun, tetapi kalau mereka bisa membuat tidak meningkat, itu sudah cukup baik. Kenapa? Karena industrinya semakin bertambah, jumlah masyarakat juga bertambah, otomatis populasinya ikut bertambah, aktivitas antropogenik juga bertambah. Maka sebaiknya semua lini bekerja sama jikalau ada hal-hal sangat spesifik, kemudian dikomunikasikan dengan Dinas Lingkungan, agar mereka mencari jalan ke luar. Hal yang lebih penting dengan teknologi yang kita kuasai, kita mampu mendeteksinya secara dini. Memastikan masyarakat dan sekitarnya terjaga keselamatannya,” jelas Muhayatun. 

Lebih lanjut Doktor bidang MIPA kimia tersebut mengatakan bahwa kandungan logam berat, khususnya timbal (Pb) di udara ambien sangat riskan berdampak pada anak-anak. Apabila anak-anak terus menerus menghirup udara seperti itu, maka kadar darah Pb di dalam tubuh mereka yang akan  dideteksi. “Jika sudah melebihi baku mutu yang ditetapkan, satu-satunya jalan adalah meminta rekomendasi dokter. Kemudian dikasih tablet, untuk mengkompetisi agar Pb yang diserapnya tidak terlalu banyak. Hal ini sebagai pencegahan terhadap anak-anak, agar Pb nya tidak mengendap di dalam terlalu lama,” tuturnya.

Muhayatun berharap ke depannya Indonesia bisa menjadi negara maju yang memiliki banyak industri yang “bersih.” Salah satunya dengan cara agar emisi-emisi yang keluar partikulat halusnya atau particulate matter (PM) nya semakin sedikit. Dalam presentasinya, Muhayatun menyebutkan bahwa yang biasa dilakukannya di hanya mencakup PM2.5 beserta jumlah konsentrasinya. Sementara yang dilakukannya dengan memanfaatkan teknologi nuklir (di dalam PM2.5 itu), ada komposisi kimianya, seperti Pb, Zn, Fe, dan lain sebagainya. 

“Kita akan mengetahui lebih detail, itulah kuncinya untuk menentukan sumber pencemar. Jadi, sumber pencemar emisi dari masing-masing industri itu, ada key element nya. Kalau ada korelasi elemen yang satu dengan lainnya, itu kemungkinan berasal dari aktivitas industri. Tentunya dengan pengaruh arah angin, dan kecepatan angin juga,” pungkasnya. 

Faris Sabilar Rusydi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini