Energi biomassa yang tersedia di Indonesia cukup banyak, dan bisa dihasilkan dari beragam sumber, salah satunya dari kepingan kayu atau woodchips. Energi biomassa dari woodchips yang dicampur ke dalam tungku pembakaran batu bara (co-firing) pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bisa menjadi langkah awal menuju energi yang lebih bersih.
Jakarta, Sains Indonesia – Sektor energi dan kehutanan serta tata guna lahan (forestry and land use-FoLU) telah menjadi penyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar di Indonesia yang didalamnya terdapat emisi karbon. Padahal jika dimanfaatkan dengan lebih baik, sektor kehutanan dapat memproduksi biomassa secara kontinyu. Energi bersih yang dihasilkan dari biomassa itu bisa digunakan sebagai sumber energi listrik yang berkelanjutan, sehingga dapat memangkas emisi karbon pada sektor energi.
Data dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menyebut, potensi energi biomassa di Indonesia sangat besar. Area hutan produksi yang sudah dialokasikan sebagai Hutan Tanaman Energi (HTE) di Indonesia mencapai hampir 1,3 juta hektare dengan sedikitnya 32 unit bisnis siap mengusahakannya. Kawasan HTE tersebut bisa menjadi modal awal yang cukup besar bagi Indonesia untuk secara masif menghasilkan energi biomassa. Sejumlah perusahaan di lingkup APHI bahkan menyatakan minatnya untuk berinvestasi di bidang tersebut.
Energi biomassa adalah bahan bakar yang dibuat dengan mengkonversi bahan-bahan organik seperti batang pohon, cabang, ranting, bahkan limbah usaha pertanian/perkebunan, seperti jerami, batok kelapa pelepah sawit, dan sisa-sisa bahan dari areal hutan tanaman industri (HTI) pemasok bahan industri kertas dan pulp. Biomassa harus lebih dulu diolah agar menjadi bahan bakar siap pakai. Salah satunya dengan cara gasifikasi (gasifikasi fluidized bed), yaitu suatu proses pengubahan limbah organis secara termokimia untuk menjadikanya gas atau gas cair untuk pembangkit listrik.
Saat ini pemanfaatan limbah organis di Indonesia masih sangat terbatas. Selain teknologinya masih sangat mahal, ketersediannya juga tidak sentralistik, sehingga mengakibatkan biaya logistik yang tinggi. Dengan kondisi tersebut, maka pilihan HTE dengan produksi woodchips atau kepingan kayu dan palet dinilai lebih realistis dan menjanjikan. Potensi biomassa dengan woodchips bahkan diklaim akan berperan besar dalam proses transisi energi di Indonesia.
Menurut Wakil Ketua Kadin Pusat Bidang Industri, Bobby Gafur Umar, pemanfaatan biomassa sebagai sumber daya energi listrik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan rasio elektrifikasi, sekaligus mempercepat terwujudnya ketahanan energi nasional. Terlebih saat ini HTE sudah mulai menggeliat. Dari 1,3 juta hektare lahan HTE yang tersedia, realisasinya akan mencapai 67.000 hektare hingga 2024. Dalam pandangan Kadin, areal HTE masih sangat mungkin diperluas untuk menampung investasi dengan potensi mencapai US$52,1 miliar.
‘’Ini luar biasa. Bisa menghasilkan listrik 32,6 GW (gigawatt) dan mampu menyerap sedikitnya 12 juta tenaga kerja. Dengan pengembangan lebih lanjut, HTE bisa menghasilkan produk 60 juta ton woodchips dan palet, atau material lainnya untuk pembangkit listrik biomassa, yang dapat diekspor ke berbagai negara. Nilainya per tahun bisa mencapai Rp90 triliun. Indonesia berpotensi menjadi pusat energi biomassa dunia,’’ ujar Bobby yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Protech Mitra Perkasa Tbk.
Menurut Ketua Umum Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI), Djoko Winarno, energi biomassa di Indonesia sangat berlimpah, dan bisa dihasilkan dari beragam sumber, mulai dari kayu, limbah kebun kelapa sawit, padi, jagung, singkong, tebu, dan masih banyak lainnya. Sumber-sumber tersebut nantinya bisa menghasilkan produk biomassa untuk menghasilkan listrik dalam bentuk pellet, woodchips, dan lain sebagainya. Pemanfaatan energi biomassa untuk kelistrikan dapat membawa keuntungan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
“Dalam kalkulasi MEBI, kayu lantorogung, sejenis petai cina, yang cepat tumbuh, bisa menjadi sumber woodchips. Hasil perhitungan kami, dibutuhkan 6.150 hektare hutan Lamtorogung guna memenuhi kebutuhan woodchips secara berkelanjutan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) 10 megawatt. Untuk pengelolaan unit HTE seluas 5 hektare diperlukan tenaga kerja 1 KK, dengan asumsi per KK terdiri 3 tenaga kerja. Dengan begitu pengelolaan HTE Lamtorogung untuk PLTBm 10 MW akan menyerap 1.230 KK atau setara 3.690 orang. Belum lagi pembangkitnya paling sedikit pegawainya, termasuk supir truk segala macam, ada 50 orang per pembangkit,” imbuh Djoko.
Teknologi Co-firing
Sejatinya penggunaan biomassa sudah dilakukan oleh PT PLN (Persero) dalam skala terbatas. Caranya dengan co-firing, yaitu mencampurkan biomassa (pellet atau wood chip) ke dalam tungku pembakaran batu bara. Hingga 2021, tercatat ada 17 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN telah dilibatkan dalam co-firing. Sekitar 570 ribu ton biomassa digunakan dan menghasilkan tenaga listrik dengan energi hijau yang setara dengan pembangkit listrik berukuran 189 Megawatt (MW). Program co-firing akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan oleh PLN, untuk meraih target bauran energi 23 persen di 2025.
Optimisme menuju energi yang lebih bersih terus meningkat seiring dengan keberhasilan uji coba co-firing dengan biomassa di sejumlah lokasi. Medio Oktober 2022, PT PLN (Persero) sukses melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa woodchips pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bolok dengan kapasitas 2×16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Uji coba tersebut menjadi bagian upaya PLN untuk mencapai target penggunaan 100 persen biomassa di PLTU Bolok.
Sebelumnya pada Juni 2022, PLTU Tembilahan telah lebih dulu sukses menerapkan 100 persen biomassa untuk menggantikan batu bara. PLTU Tembilahan menjadi PLTU pertama di Indonesia yang telah menerapkan 100 persen biomassa dalam High Co-Firing (HCR). Program HCR biomassa ini seolah menjadi jawaban masa depan energi bersih di Tanah Air. Co-firing menjadi bukti nyata peran PLN dalam mendukung pemerintah menekan emisi karbon untuk mencapai target Net Zero Emission 2060 dan menghadirkan layanan listrik lebih bersih.
Direktur Utama PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah menyatakan, keberhasilan di PLTU Bolok dan PLTU Tembilahan merupakan buah dari kerja keras dan upaya bersama. “Komitmen PLN Nusantara Power adalah bertumbuh kembang bersama lingkungan di setiap lini bisnisnya. Saat ini PLTU Bolok sudah berhasil melakukan co-firing hingga 75 persen biomassa. Kami akan terus uji dan evaluasi agar nantinya bisa mencapai 100 persen biomassa seperti PLTU Tembilahan,” ucap Rully, Oktober lalu.
Pengujian co-firing biomassa di PLTU Bolok dilakukan secara bertahap sesuai prosedur yang direncanakan. Pada tahap awal, uji coba dilakukan dengan menggunakan biomassa secara progressif, mulai dari 0 persen, 25 persen, 50 persen, hingga 75 persen. Uji coba akan terus dilakukan hingga bisa mencapai 100 persen biomassa. Rully menyebut, hasil evaluasi bersama menunjukkan parameter operasi masih dalam batasan normal, beban pembangkit dapat dijaga dengan stabil hingga maksimum 75 persen biomassa.
“Seluruh rangkaian pengujian co-firing biomassa sesuai dengan Peraturan Presiden 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Dengan inovasi ini PLN berharap dapat mendukung pencapaian EBT 23 persen di tahun 2025 mendatang. Penggunaan biomassa pada PLTU Bolok nantinya dapat menekan emisi, menghemat biaya pokok penyediaan listrik, dan meningkatkan fuel alternate competitiveness bagi PLN,” lanjut Rully.
Selain diharapkan bisa berkontribusi pada pengembangan energi baru terbarukan, teknologi co-firing dengan memanfaatkan biomassa woodchip juga diharap bisa membangun ekonomi kerakyatan yang lebih luas. Masyarakat di sekitar PLTU dapat diarahkan untuk memanfaatkan lahan-lahan kosong yang tidak produktif untuk kemudian ditanami pohon-pohon yang akan digunakan sebagai bahan baku co-firing.
Mulai Beralih
Inisiatif menuju energi yang lebih bersih dengan memanfaatkan co-firing telah dilakukan oleh sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Salah satunya dilakukan PLTU berkapasitas 2×110 Mega Watt milik PT PLN UIP3B Kalimantan atau PLTU Teluk Balikpapan yang belum lama ini resmi menerapkan teknologi substitusi batu bara dengan biomassa sebagai bahan bakar setelah sebelumnya mengandalkan sepenuhnya batu bara.
Langkah peralihan energi dari sepenuhnya batu bara ke energi bersih terbarukan dilakukan PLTU yang terletak di Kelurahan Kariangau, Balikpapan Barat, Balikpapan, Kalimantan Timur itu ditandai dengan kegiatan Go Live Komersialisasi Co-firing pada, Senin 12 Desember 2022. Upaya ini mendapat apresiasi sejumlah pihak lantaran implementasi co-firing dinilai sejalan dengan misi pemerintah mencapai target Net Zero Emission pada 2060 dan menghadirkan layanan listrik yang lebih bersih.
General Manager PT PLN UIP3B Kalimantan, Abdul Salam Nganro menyebut, penerapan co-firing dalam sirkulasi PLTU menjadi bagian dari program transformasi yang dicanangkan PLN. Salah satu diantaranya program green, yaitu menciptakan energi bersih baru terbarukan. “Ini adalah salah satu program PLN dalam jangka pendek. Penggunaan batu bara dikombinasikan dengan biomassa lewat komposisi yang sudah memenuhi persyaratan teknis dan terkaji dengan baik,” ungkap Abdul Salam sebagaimana dikutip dari tribunnews, Senin (12/12).
Pada prosesnya, PLTU Teluk Balikpapan menggunakan biomassa berbentuk kepingan kayu atau woodchip yang merupakan olahan dari limbah organik pepohonan. Presentasi kombinasi antara biomassa dengan penggunaan batu bara saat ini sebesar 97 persen batu bara dan 3 persen woodchip. Abdul Salam berharap ke depannya ketersediaan pasokan woodchip dapat terjamin sehingga presentasinya perlahan-lahan bisa terus meningkat. “Karena salah satu tantangan dari biomassa adalah terkait bahan baku,” lanjutnya.
General Manager PT PLN Nusantara Power UBJOM Kaltim Teluk, Syarief Andrian menyebut, co-firing merupakan subtitusi batu bara menggunakan material yang dapat diperbarui seperti material kayu. Batu bara dapat digantikan oleh woodchips dengan presentasi tertentu dengan tujuan untuk untuk menaikkan pengukuran energi baru terbarukan. Upaya tersebut nantinya akan membuka peluang bagi masyarakat, khususnya dalam penyediaan woodchips.
Faris Sabilar Rusydi