KSAD Jenderal Dudung Abdurrachman dan Ikatan Keluarga Akademi Militer Yogya (IKAM-Yogya) meresmikan Ruang Akademi Militer Yogya dan Siliwangi (Corner IKAM) di Museum Mandala Wangsit, Ahad, 18 Desember 2022. Corner IKAM diresmikan untuk mengenang perjuangan Letda Leo Kailola beserta perjuangan para alumni Akademi Militer Yogya saat berjuang di Jawa Barat dan saat bertempur bersama Pasukan Siliwangi, sekaligus untuk mengenang mereka yang pernah bertugas di Kodam Siliwangi.
Bandung, Sains Indonesia – Pagi itu, Senin 23 Januari 1950, truk-truk militer dari luar kota Bandung mengangkut Tentara Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), dibawah komando Kapten Westerling. Mereka menyerbu Ibu Kota Jawa Barat dan menembaki anggota TNI berseragam yang mereka dapati di sepanjang jalan. Korban bergelimpangan di jalan-jalan protokol, seperti di Jl Braga dan Jl Dago. Komandan Pendidikan TNI-AD di Bandung saat itu, Letkol AG Lembong, bersama ajudannya Letda Leo Kailola (Alumnus Akademi Militer Yogya 1948), gugur didepan Markas Kwartier Divisie Siliwangi, diberondong Pasukan APRA. Markas itu sekarang menjadi Museum Mandala Wangsit Siliwangi dan Peristiwa APRA diabadikan melalui penamaan Jalan Lembong di depan Museum, yang merupakan jalan raya utama Kota Bandung.
Untuk mengenang perjuangan Letda Leo Kailola beserta perjuangan para alumni Akademi Militer Yogya saat berjuang di Jawa Barat, juga saat bertempur bersama Pasukan Siliwangi dan untuk mereka yang pernah bertugas di Kodam Siliwangi maka pada Minggu, 18 Desember 2022, KSAD, Jenderal Dudung Abdurrachman meresmikan Ruang Akademi Militer Yogya dan Siliwangi di Museum Mandala Wangsit.
Dalam sambutannya, KSAD menyampaikan bahwa perjalanan Indonesia tidak lepas dari jasa para pahlawan. Jenderal Dudung mengingatkan kembali apa yang pernah disampaikan oleh Presiden Pertama RI, yaitu jangan sekali-kali melupakan sejarah. “Karena sejarah berdampak besar bagi kehidupan. Kita bisa seperti karena perjuangan para leluhur dan pejuang-pejuang kita, yang akhirnya memerdekakan Indonesia dam sekarang kita menikmatinya. Oleh karena itu kita jangan pernah melupakan sejarah,” ujar KSAD, Jenderal Dudung.
Nilai-nilai kebangsaan dan patriotisme, lanjut KSAD, sejatinya harus sudah tertanam di benak setiap orang sejak dini. Dirinya mencontoh apa yang dilakukan Vietnam untuk mengenang jasa-jasa para pahlawannya. Ho Chi Minh, Presiden Pertama Vietnam dibalsem setelah wafat sehingga jasadnya masih dapat dilihat secara utuh oleh setiap generasi muda. Dengan melihat langsung wujud para pahlawan, jiwa nasionalisme mereka lantas meningkat.
“Kemarin saya baru pulang dari Vietnam. Dan waktu itu generasi muda mereka sama-sama antri dengan saya untuk menyaksikan presiden pertama mereka, bagaimana pejuang mereka dalam melawan penjajah seperti Prancis yang pernah menyerang Vietnam. Pejuang mereka betul-betul dihargai. Inilah nilai perjuangan dan kebangsaan yang perlu ditanamkan kepada generasi muda Indonesia. Sehingga upaya-upaya untuk memecah belah persatuan, bisa kita cegah.” Papar KSAD.
KSAD menghimbau agar pengelola Museum Mandala Wangsit dapat menjaga sarana dan prasarana yang ada dan dikembangkan secara optimal. KSAD berharap pengelolaan dapat ditingkatkan dengan menambah sejumlah fasilitas, salah satunya dengan menyajikan fitur 3 dimensi (3D). “Akhirnya pada hari ini Ahad, 18 Desember 2022, pukul 13.00 WIB, ruang corner di Museum Mandala Wangsit saya nyatakan resmi penggunaannya. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kekuatan kepada kita sekalian dalam rangka pengabdian yang terbaik kepada bangsa dan negara,” ujar KSAD yang disambut tepuk tangan hadirin.
Peresmian Corner IKAM disambut haru segenap alumni dan keluarga IKAM-Yogya. Ketua Ikatan Keluarga Akademi Militer Yogya (IKAM-Yogya), Laksmi Sayidiman S menyampaikan, hari ini menjadi hari bersejarah bagi keluarga taruna dan aumni Akmil Yogya. Dirinya terus mengucap rasa syukur dan berterima kasih atas banyaknya dukungan yang diberikan hingga akhirnya corner IKAM dapat diwujudkan dan diresmikan.
“Atas nama IKAM kami mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada KSAD yang dalam kesibukannya masih bersedia meresmikan corner taruna akademi militer jogja ini. Juga kepada Pangdam 3 siliwangi yang telah memberi ruangan di Museum Mandala Wangsit sehingga kami bisa mengukir sejarah bersama siliwangi,” papar Ketua IKAM.
Laksmi juga berterima kasih kepada segenap donatur dan teman-teman IKAM yang sangat membantu dan bersusah payah untuk mewujudkan korner ini. Menurutnya, corner IKAM akan menjadi sesuatu yang berharga bagi generasi muda, mengingat sejarah panjang antara taruna akademi militer Yogya dengan Siliwangi.
“Semoga korner ini dapat bermanfaat untuk lingkungan TNI-AD dan khalayak umum. Pada kesempatan ini kami ingin menyerahkan museum mandala wangsit sebagai sumbangan dari kami, putra-putri taruna akademi militer angkatan 1 dan 2,” pungkasnya.
Sejarah Panjang
Sejarah Perjuangan Para Taruna dan Perwira Remaja Akmil Yogyakarta memang unik dan heroik. Selain belajar dan berlatih, mereka juga langsung diterjunkan ke medan pertempuran sesungguhnya. Pada kurun 1945-1950, tercatat 42 orang diantara mereka gugur di medan laga. Saat Perang Kemerdekaan 1, tahun 1946, Para Taruna Tingkat I Akmil Yogya, dipimpin Mayjen dr Moestopo, dikirim untuk bertempur di wilayah Bandung Utara dan berjuang dibawah Komandan Sektor Priangan Utara, Letkol Sukanda Bratamenggala.
Para taruna Akmil yang masih belia tadi memimpin regu-regu pasukan TNI di Pos-Pos Maribaya, Puncak Eurat, Tangkuban Perahu, Bukanegara, Cikawari, Cikareot, Cibeureum, Cijambek, Cisarua, dan Pelintang. Atas pengabdiannya, mereka memperoleh Satya Lencana Perang Kemerdekaan I. Saat Operasi Penumpasan Pemberontakan PKI-Muso/Madiun, tahun 1948, tiga kompi taruna Akmil Yogya bertempur bersama Pasukan Siliwangi di bawah Komando Batalyon Nasuhi dan Batalyon Sambas. Dari operasi ini, mereka dianugerahi Satya Lencana Gerakan Operasi Militer I (GOM I).
Saat Belanda menyerbu Ibu Kota Perjuangan, Yogyakarta, 19 Desember 1948, 30.000 Pasukan Siliwangi (yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta) ber “Long March” kembali ke Jawa Barat dan memulai Perang Gerilya Semesta. Sebagian Alumni Akmil Yogya ikut bersama Siliwangi dan bertempur di Jawa Barat. Mereka memperoleh penghargaan Satya Lencana Perang Kemerdekaan II dari Negara.
Museum Mandala Wangsit Siliwangi mengabdikan dan mencatat sejarah pengabdian para Alumni Akmil Yogya bersama Siliwangi. Seperti dalam Operasi Penumpasan APRA 1950, Operasi Penumpasan Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) 1951, Penumpasan PRRI/Permesta 1958, Penumpasan DI/TII Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, Penumpasan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat, sebagai Kontingen Garuda II Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Congo-Afrika, juga Operasi Trikora Pembebasan Irian Barat, Operasi Dwikora, dan Operasi Penumpasan G 30 S/PKI.
Dalam sejarahnya, Alumni Akmil Yogya -lulusan 1948-1950- terdiri tiga angkatan, berjumlah 350 perwira. Sebagian besar pernah berjuang di Jawa Barat dan berjuang bersama Pasukan Siliwangi. Akmil Yogya ditutup pada 1950 dan dibuka kembali oleh Presiden Soekarno pada 11 November 1957 di Akmil Magelang, sebagai Angkatan Keempat. Tercatat 10 Alumni Akmil Yogya yang gugur saat beroperasi bersama Siliwangi, antara lain Vaandrig Cadet Anto Soegiarto dan Vaandrig Cadet Hardo Sumeru yang gugur saat Operasi Penumpasan PKI-Muso/Madiun, Letda Leo Kailola dan Letda Johannes Sanjoto yang gugur saat Peristiwa APRA – Bandung, Januari 1950, bersama Letkol AG Lembong, ada pula Letda Torry Soebiantoro yang gugur di Ciamis, 1955, dalam Operasi Penumpasan DI/TII Kartosuwiryo, serta Lettu Oetoro, yang gugur dalam Operasi Garuda II di Congo – Afrika.
Alumni Akmil Yogya mantan pimpinan TNI-AD dan pemimpin Nasional yang pernah bertugas di Siliwangi, antara lain: Letjen Himawan Soetanto, Mantan Pangdam Siliwangi, Letjen Sajidiman Suryohadiprodjo, Mantan Komandan Batalyon 309/Siliwangi, Jenderal Soesilo Soedarman, Mantan Komandan Batalyon Kavaleri-I/TT III Siliwangi, Letjen Wiyogo Admodarminto, Mantan Komadan Batalyon 313/Siliwangi, Brigjen Sudarman Banuarli, Mantan Komandan Batalyon 328/Siliwangi dan Mayjen Rachwono, salah satu perwira yang ikut Long March Siliwangi dari Yogyakarta ke Jawa Barat, tahun 1948. (FSR)