Kemenko Marves Kunjungi Desa Bantaragung Untuk Memulai Kajian Sosial Pengembangan Desa Konservasi di Majalengka

Asisten Deputi Infrastruktur Pengembangan Wilayah (Asdep IPW) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Djoko Hartoyo melakukan kunjungan ke Desa Bantaragung, Kec Sindangwangi, Kab Majalengka pada Jumat, 14 April 2023, sebagai tindak lanjut Program Pengembangan Desa Konservasi.

0
122

Majalengka, Sains Indonesia – Medio Jumat, 14 April 2023, Asisten Deputi Infrastruktur Pengembangan Wilayah (Asdep IPW) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Djoko Hartoyo melakukan kunjungan lapangan ke Desa Bantaragung di Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka. Kunjungan tersebut merupakan bagian tindak lanjut dari program pengembangan Desa Konservasi di Majalengka. 

Pengembangan Desa Konservasi di Kabupaten Majalengka manjadi salah satu kegiatan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Jawa Barat Bagian Selatan (Jabarsel). Adapun pengembangan Desa Konservasi di Majalengka itu merupakan usulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, mengingat letak geografis Majalengka sebagai penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). 

Asisten Deputi Infrastruktur Pengembangan Wilayah (Asdep IPW) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Djoko Hartoyo (kemeja biru) melakukan kunjungan ke Desa Bantaragung, Kec Sindangwangi, Kab Majalengka pada Jumat, 14 April 2023. Dalam konjungan tersebut, Asdep IPW didampingi Perwakilan dari FISIP Unpad, Pengelola TNGC,  Bappedalitbang Kab Majalangka, Bappeda Prov Jabar, dan Bank Indonesia.
Rencananya, pada Juli-Agustus 2023 mendatang, Kemenko Marves akan mendampingi 25-30 mahasiswa FISIP Unpad dan Waseda University Jepang yang melakukan Studi Sosial terkait Pengembangan Desa Konservasi pada sejumlah desa yang berada di sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), Kabupaten Majalengka.

Sebelumnya pada 31 Maret 2023, Kemenko Marves melalui Asdep IPW meneken Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad) terkait Studi Sosial Program Percepatan Pengembangan Wilayah di Kab Majalengka. Nantinya, tim dari FISIP Unpad akan melakukan kegiatan penelitian sosial di desa-desa di dalam maupun luar kawasan TNGC. Karenanya pada kunjungan ini, Asdep IPW didampingi oleh Perwakilan dari Unpad, Pengelola TNGC,  Bappedalitbang Kab Majalangka, Bappeda Prov Jabar, dan Bank Indonesia. 

“Desa Bantaragung ini diproyeksikan menjadi hub dari kegiatan penelitian studi sosial yang akan dilakukan oleh sekitar 20 mahasiswa dari Unpad dan 10 mahasiwa dari Waseda University Jepang. Kegiatan penelitian akan dilakukan di desa-desa di sekitar TNGC sekitar Juli-Agustus 2023 mendatang. Hasil studi nantinya akan menjadi masukan bagi kami, pemerintah pusat hingga daerah terkait model pengembangan Desa Konservasi di Kabupaten Majalengka,” papar Asdep Djoko, disela kunjungan lapangan.

Kegiatan berupa studi sosial sebelumnya juga pernah digelar Kemenko Marves bekerja sama dengan FISIP Unpad di Kabupaten Kuningan pada 13-16 Oktober 2022 dengan melibatkan 34 mahasiswa Unpad, 9 mahasiswa Waseda University, dan 1 mahasiswa S2 dari Afganistan. Pada kesempatan itu, para mahasiwa melakukan survei pengumpulan data, memuat agenda observasi lapangan, dan wawancara kepada masyarakat di 4 desa, yaitu Desa Cibuntu, Desa Cibeureum, Desa Cisantana, dan Desa Karangsari.

“Apa yang kami lakukan di Kabupaten Kuningan pada 2022 dan di Kabupaten Majalengka dalam waktu dekat ini, merupakan implementasi dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Dimana Kemenko Marves menjadi tim pendamping lapangan bersama dengan Bappelitbangda. Ke depannya, kami juga akan melakukan studi sosial di Kabupatan Subang. Pembangunan Desa Konservasi di tiga Kabupaten ini merupakan proyek prioritas (P1) dan telah memenuhi Readiness Criteria hasil validasi BPKP dan ditargetkan selesai sebelum 2024,” ungkap Asdep Djoko.

Desa Bantaragung di Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat memiliki potensi besar sebagai Desa Wisata dan Konservasi. Keindahan alamnya bahkan tidak kalah memukau dari Ubud-Bali yang lebih dulu populer. Beberapa potensi yang bisa dikembangkan antara lain Curug Cipeuteuy, Ciboer Pass, dan Bukit Semar. Seperti di Ciboer Pass ini misalnya, dimana wisatawan disuguhkan panorama alam dengan latar Gunung Ciremai dan hamparan sawah di sisi kanan dan kiri.
Pengembangan Desa Konservasi di Kabupaten Majalengka manjadi salah satu kegiatan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Jawa Barat Bagian Selatan (Jabarsel). Adapun pengembangan Desa Konservasi di Majalengka itu merupakan usulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, mengingat letak geografis Majalengka sebagai penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).

Asdep Djoko berharap penelitian yang dilakukan kelak memberi dampak positif. Hasil dari kajian tersebut nantinya dapat diselaraskan dengan program eksisting dari pemerintah pusat maupun daerah, seperti program Desa Digital, Rumah Produksi Bersama, Pembangunan Akses Telekomunikasi, hingga Korporasi Petani. “Kemenko Marves siap menjadi penghubung dan memfasilitasi, apa-apa yang menjadi kendala ataupun masukan untuk pengembangan Desa Konservasi ini dapat dikomunikasikan sehingga bisa ditemukan penyelesaiannya,” tegas Asdep Djoko.

Pada kunjungan tersebut, perwakilan dari FISIP Unpad, Azzam menyatakan antusiasme dalam melaksanakan studi sosial terkait Desa Konservasi. Mewakili mahasiswa yang nantinya akan hadir, dirinya memohon restu agar mereka diterima dengan baik. “Desa Bantaragung ini akan menjadi pusat dari mahasiswa, dan mereka akan disebar di desa-desa sekitar sini. Adapun desa-desa mana saja yang menjadi lokasi penelitian belum dapat kami tentukan saat ini. Namun kami akan mencoba untuk memprioritaskan desa yang potensial dan bisa mewakili kebutuhan di Majalengka,” tegasnya.

Kepala Desa Bantaragung, Samhari lantas menyambut baik adanya rencana studi sosial di wilayahnya. Menurutnya, Desa Bantaragung memiliki banyak potensi alam maupun ekonomi yang bisa digali dan dimaksimalkan. Pengembangan Bantaragung sebagai Desa Konservasi itu sejatinya telah dimulai sejak 2008 atau sejak peralihan status pengelolaan kawasan hutan di sekitar Gunung Ciremai dari Perhutani ke TNGC. Hingga saat ini, kawasan konservasi di Desa Bantaragung dengan daya tarik wisata yang tidak kalah memukau dari Ubud di Bali ini masih dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. (FSR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini