Sains Indonesia, Sorong – Kementerian Perdagangan bersama (Kemendag) dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) terus mensosialisasikan program Jembatan Udara dan Subsidi Kargo kepada pemerintah daerah di wilayah Indonesia Barat. Jembatan Udara diharapkan dapat membantu pemerintah mencapai ketersediaan dan stabilitasi harga barang di Daerah Terpencil, Terluar, Tertinggal, dan Perbatasan (3TP). Sejumlah sosialisasi dilakukan, salah satunya melalui Rapat Koordinasi Gerai Maritim Pemanfaatan Jembatan Udara dan Subsidi Angkutan Darat yang dihelat pada Senin, 22 Mei 2023 di Sorong, Papua Barat Daya.
Jembatan Udara merupakan salah satu program unggulan pemerintah untuk mengurangi disparitas harga di daerah-daerah 3TP yang berada wilayah Papua, Kalimantan, dan Sulawesi. Program yang sudah eksis sejak 2017 ini menyasar muatan kargo dari bandara ke bandara lainnya dan/atau dari bandara ke bandara yang berada di daerah 3TP. Dengan Jembatan Udara, disparitas yang terjadi di daerah pinggiran, ketinggian, dan batas negara -yang hanya dapat dijangkau dengan pesawat udara- bisa ditekan dan diminalisir. Keberadaan Jembatan Udara juga diharapkan bisa menggerakkan ekonomi di daerah, sehingga nantinya tidak hanya membawa barang menuju daerah yang jauh, namun juga mengangkut kembali barang yang dihasilkan dari daerah tersebut ke daerah lain di pelosok Indonesia.
“Saat ini Jembatan Udara sudah beroperasi di 40 rute yang menjangkau distrik-distrik di Papua, Kalimantan, dan Sulawei. 40 Rute tersebut terbagi dalam 6 Korwil, yaitu Korwil Tarakan di Kalimantan; Korwil Masamba di Sulawesi; dan Korwil Tanah Merah, Dekai, Timika, serta Oksibil yang seluruhnya di Papua. Hasil dari penerapan Jembatan Udara yang terkoneksi dengan Program Gerai Maritim ini cukup bagus. Rata-rata komoditas pokok, penting, dan rawan inflasi seperti bawang, tepung, dan lain-lain bisa dipangkas turun lebih dari 60 persen,” ungkap Plt Direktorat Sarana Perdagangan dan Logistik, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Isy Karim.
Menurut Isy Karim, Selain terkoneksi dengan Gerai Maritim, Jembatan Udara juga nantinya akan terintegrasi dengan program Tol Laut dan Angkutan Perintis Darat yang juga sedang dijalankan pemerintah. Integrasi antarmoda dan tersedianya ruang penyimpanan yang cukup, diharapkan bisa meningkatkan produktifitas angkutan balik dari wilayah Timur ke wilayah Barat Indonesia. Masyarakat dan pelaku usaha di Indonesia bagian Timur bisa membawa barang ke Indonesia bagian Barat
Kepala Sub Direktorat Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal dan Bukan Niaga, Direktorat Angkutan Udara, Kemenhub, Abdul Haris menjelaskan bahwa Program Jembatan Udara terdiri dari angkutan udara perintis kargo yang melayani penerbangan dari kabupaten ke wilayah distrik atau cakupan dengan menggunakan pesawat yang disesuaikan dengan kapasitas maksimum yang dapat dioperasikan di bandara asal maupun tujuan. Sementara subsidi angkutan udara khusus kargo melayani penerbangan dari ibukota kabupaten ke ibukota kabupaten lainnya dengan menggunakan pesawat berbadan besar sekelas boeing 737 freighter.
“Selama ini tantangan penerbangan perintis, dari sisi kargo, antara lain disebabkan dari kurangnya sosialisasi pada masyarakat. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa barang perintis adalah bantuan pemerintah. Selain itu ada pula kendala pada penunjukan consignee (penerima barang). Dari sisi barang, juga terkadang tidak ada barang yang bisa diangkut. Hal-hal ini menjadi perhatian bersama, sehingga dibutuhkan peningkatan koordinasi antar instansi dan KL. Kawan-kawan di daerah juga masih banyak yang belum terinfo soal subsidi kargo ini. Kami berharap Pemerintah Daerah bisa menginfokan bantuan tentang program Jembatan Udara ini, juga adanya subsisi untuk kargo,” papar Abdul Haris.
Perwakilan dari Subdirektorat Angkutan Barang, Direktorat Angkutan Jalan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub, Adrian memaparkan kendala subsidi angkutan barang perintis yang mendukung Tol Laut dan Jembatan Udara. Adrian menyebut setidaknya ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama, kedatangan kapal Tol Laut dan keberangkatan pesawat (Jembatan Udara) yang berbeda, sehingga memerlukan tempat atau gudang yang aman untuk meletakan barang subsidi sebelum di angkut ke pesawat. Kedua, diperlukan tambahan biaya bongkar muat, karena perbedaan jadwal tersebut. Dan ketiga, perlu adanya sinkronisasi jadwal kedatangan tol laut dan keberangkatan pesawat.
Ketua Tim Perdagangan Antar Pulau, Direktorat Sarana Perdagangan dan Logistik, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Hamida menjelaskan dampak dari Program Jembatan Udara, secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, program ini dapat meningkatkan perdagangan antar pulau; menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting; mengurangi fluktuasi harga antar waktu dan mengurangi disparitas harga; serta memfasilitasi pemasaran produk unggulan daerah. “Selain itu, secara tidak langsung, program ini akan mengurangi tarif pesawat swasta ataupun komersial, serta meningkatkan investasi di daerah, khususnya untuk peningkatan nilai tambah sebagai muatan balik,” papar Hamida.
Menanggapi berjalannya Rakor, Asisten Deputi Infrastruktur Pembangunan Wilayah (Asdep IPW), Kemenko Marves menyebut, pihaknya akan senantiasa mendukung agar program Jembatan Udara, Tol Laut, hingga Gerai Maritim dapat berjalan optimal. Berbagai tantangan maupun hambatan di lapangan sedianya dapat dikomunikasikan secara cepat agar lintas KL dapat menentukan langkah-langkah strategis selanjutnya. Asdep Djoko lantas menghimbau Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan program-program tersebut sekaligus terlibat aktif dalam mensosialisasikannya kepada masyarakat. “Program ini sangat bagus, maka sayang jika masyarakat tidak memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya,” pungkas Asdep Djoko.
Bertempat di Swiss-belhotel International Sorong, Rapat Koordinasi (Rakor) Gerai Maritim Pemanfaatan Jembatan Udara dan Subsidi Angkutan Darat yang diprakarsai dan diselenggarakan oleh Kemendag menghadirkan sejumlah narasumber dan panelis, diantaranya dari Direktorat Sarana Perdagangan dan Logistik Kemenhub, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemenhub, Direktorat Angkutan Udara Kemenhub, Direktorat Angkutan Jalan Kemenhub, dan Asisten Deputi Infrastruktur Pengembangan Wilayah Kemenko Marves. Rakor juga dihadiri para pejabat dari sejumlah Pemerintah Daerah, diantaranya Pemkab Yakuhimo, Pemkab Luwu Utara, Pemprov Papua Selatan, Pemprov Papua Pegunungan, dan Pemprov Papua Barat Daya. (FSR)