Begitu para penerjun satuan RPKAD (sekarang Koppasus) mendarat di Landasan Udara Pekanbaru dalam Operasi 17 Agustus Penumpasan Pemberontakan PRRI/Permesta (1958), mereka dikagetkan dengan ditemukannya berpeti-peti senjata anti-tank jenis bazooka baru di gudang Bandara. Beruntung, senjata yang termasuk modern pada zamannya dan bahkan belum dimiliki oleh satuan TNI, tidak sempat dioperasikan oleh pasukan pemberontak.
Bila bazooka sempat dimainkan oleh pasukan pemberontak, maka boleh jadi tank-tank kavaleri TNI yang masuk kota Padang kala itu, yaitu jenis Tank Stuart dengan ketebalan baja hanya 51 milimeter, akan mudah dihancurkan bazooka yang mampu menembus baja hingga setebal 100 milimeter.
Sebagai pasukan berjalan kaki dengan julukan: “Queen Of The Battle”, satuan infanteri harus berada paling depan dan harus bisa menguasai wilayah. Prajurit infanteri selalu dilengkapi senapan perorangan ditambah berbagai senjata organik yang bisa mereka panggul sendiri. Tidak lupa, bayonet untuk perang sangkur satu lawan satupun, tidak boleh tertinggal.
Berkembangnya teknologi persenjataan untuk satuan infanteri yang kian canggih membuat pasukan berjalan kaki ini mampu menggotong berbagai jenis persenjataan untuk dioperasikan sendiri. Selain senapan dan pistol otomatis, tidak lupa dibawa pula granat tangan, atau pelontar granat yang terpasang pada senjata organik mereka. Lalu, regu infanteri biasanya dilengkapi senapan mesin ringan (SMR) ataupun senapan mesin berat, sejenis M-60.
Itu belum cukup, peleton infanteri tidak lupa menggotong mortir sebagai senjata tembak-lengkung. Sedang untuk menghadapi tank, maka peleton infanteri juga dilengkapi beragam senjata anti-tank, bisa berbentuk roket anti-tank, bahkan peluru kendali anti tank.
Usai membeli tank berat Leopard dari Jerman, Indonesia memutuskan untuk memesan pula peluru kendali (rudal) anti-tank canggih dari AS, jenis FGM-148 Javelin sebanyak 180 unit. Alasannya, tank berat Leopard yang berbobot 60 ton dengan lapisan baja sangat tebal nantinya akan berhadapan dengan tank musuh yang setara Leopard. Ini berarti satuan infanteri yang maju bersama Leopard harus dilengkapi rudal anti tank memadai pula agar bisa duel dengan tank berat lawan.
Pilihan jatuh ke rudal anti tank FGM-148 Javelin, jenis rudal anti tank yang sudah lulus dalam perang Afghanistan dan Perang Irak. Javelin dirancang mampu menembus lapisan baja tank ditempat yang sama dua kali secara berurutan. Lapisan baja tank berat, yang dikenal dengan reactive armor, amat sulit ditembus dengan roket maupun rudal anti tank biasa, harus digunakan explosive reactive armor seperti yang dimiliki Javelin. Caranya, lapisan baja harus dihantam secara tandem pada titik yang sama sehingga baja tersebut bisa tembus dan tank menjadi lumpuh.
Beragam roket anti tank untuk satuan infanteri kita ada di arsenal TNI. Selain bazooka, ada pula granat berpeluncur roket, atau rocket propelled grenades (RPG). Peluru RPG-7 buatan Russia, yang bentuknya mirip buah talas, paling ditakuti tank karena selalu mensasar rantai tank. Memang sistem senjatanya sederhana dan jarak tembak efektif hanya 300 meter, namun daya hancurnya meyakinkan. Satuan infanteri Marinir TNI-AL paling sering mengoperasikan RPG-7.
Tank-tank ringan yang beroperasi dikawasan ini, termasuk tank-tank ringan yang dimiliki Indonesia, seperti Tank AMX-13 buatan Perancis, Tank Amphibi PT-76 buatan Rusia maupun Tank Scorpion buatan Inggris, yang rata-rata ketebalan bajanya sekitar 30 milimeter, tentu dengan mudah dapat dihancurkan oleh roket anti-tank yang dimiliki Indonesia, seperti roket Armbrust buatan Jerman, SRAW Type-98 buatan China, LARC-89 buatan Perancis dan C-90 CR buatan Spanyol. Dengan jarak tembak efektif 500 meter, maka roket-roket ini dengan mudah menembus baja tank yang tebalnya sekitar 30 milimeter tadi.
Namun, begitu yang hadir dalam palagan jenis tank berat seperti Leopard dan Centurion, maka mau tidak mau rudal yang harus dipakai untuk melumpuhkan tank jenis ini adalah sekelas Javelin. Dengan semakin kuatnya perekonomian negara kita, maka sekarang sudah bisa dialokasikan anggaran cukup untuk pengadaan rudal anti-tank modern sebagai bagian dari komponen kekuatan pokok minimun TNI. Ini berarti kedaulatan wilayah kita semakin terjaga, komponen pertahanan keamanan matra darat semakin kuat dan rakyat bisa tidur nyenyak.
Artikel ini ditulis oleh Indroyono Soesilo (Alumnus LEMHANNAS, KSA-XIV, 2006). Artikel pertama kali dimuat di MAJALAH SAINS INDONESIA edisi 19, JULI 2013.