Bandung, Sains Indonesia – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melalui Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi mendorong upaya dekarbonisasi sektor transportasi melalui adopsi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Dekarbonisasi melalui sektor transportasi dinilai signifikan untuk menekan angka emisi Gas Rumah Kaca, sekaligus membuat lingkungan lebih asri dan sehat.
Demikian disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin dalam kegiatan Diskusi Panel dan Sosialisasi Dekarbonisasi Sektor Transportasi melalui Adopsi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) Wilayah Jawa Barat di Bandung, 7 November 2023. Menurut Deputi Rachmat, Indonesia harus segera bergerak beralih dari kendaraan ramah energi.
Tahun ini, Indonesia telah memproduksi 1,5 juta mobil dan lebih dari 6 juta unit motor, yang berkontribusi sekitar 4 persen terhadap PDB sekaligus berdampak pada 1,5 juta pekerja langsung. Di sisi lain, tren terhadap kendaraan listrik di dunia semakin masif. Kenaikan pemakaian kendaraan listrik di dunia bahkan meningkat lebih dari 50 persen setiap tahunnya dalam beberapa tahun terakhir.
“Pergeseran dari kendaraan berbahan bakar fosil ke KBLBB ini akan terjadi juga di Indonesia. Ini hanya tinggal menunggu waktu saja. Pilihannya, kita ini mau pasrah atau bergerak aktif? Tentu kita ingin agar Indonesia nantinya bisa menjadi pemain di industri kendaraan listrik. Saat ini, Amerika, Uni Eropa, dan China menguasai sekitar 2/3 atau 66 persen pangsa pasar kendaraan listrik dunia,” ujar Deputi Rachmat saat membuka diskusi panel.
Menurut Deputi Rachmat, dekarbonisasi melalui KBLBB ini memiliki banyak dampak positif. Pertama, KBLBB lebih hemat dari sisi bahan bakar, pajak yang rendah, dan perawatan yang lebih mudah. Kedua, kesuksesan adopsi dan industri EV penting untuk Indonesia dalam mengatasi eksternalitas lingkungan dan membawa manfaat ekonomi yang positif.
Tidak dipungkiri, sektor transportasi merupakan salah satu kontributor utama penghasil emisi GRK di banyak negara, termasuk Indonesia. Sektor transportasi zero emission menjadi salah satu syarat utama untuk mencapai target penurunan emisi karbon dan mitigasi perubahan iklim pada Paris Agreement.
Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi untuk membangun industri baterai di dalam negeri, menginhat 25persen cadangan nikel dunia terdapat di Indonesia. Nikel ini merupakan komponen utama untuk membuat baterai. Bahkan, saat ini 40 persen harga KBLBB adalah harga baterai. Jika Indonesia berhasil membangun industri baterai, maka Indonesia akan menjadi bagian dari global supply chain industri otomotif dunia, tidak lagi semata-mata menjadi pasar otomotif.
“Kita akan terus mendorong elektrifikasi kendaraan bermotor. Dan kita tidak bisa menunggu karena negara lain sangat cepat bergerak. Jangan sampai kita hanya jadi konsumen. Adik-adik kita 10-20 lagi harus kerja di pabrik, bukan hanya di dealer. Memang hal ini tidaklah mudah. Perjalanan yang masih panjang, tapi memang harus dimulai, jangan sampai kita nggak ngapa-ngapain, tidak punya rencana,” tegas Deputi Rachmat.
Deputi Rachmat menegaskan, ketahanan industri KBLBB akan berdampak pada penghematan devisa yang dikeluarkan untuk mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM). Karena sejak 2003 Indonesia sudah menjadi net-importir minyak. Melalui penggunaan KBLBB, akan mengurangi keluarnya devisa secara signifikan serta mengoptimalkan kapasitas listrik terpasang sebanyak 10 persen, atau setara Rp 25 triliun per tahun.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, Ai Saadiyah Dwidaningsih mengatakan, saat ini Pemprov Jabar telah meratifikasi Paris Agreement dan NDC untuk mengurasi emisi. Terlebih ancaman krisis iklim juga berdampak pada ekonomi, dengan estimasi kehilangan potensi sebesar Rp 112,2 triliun atau 0,5 persen dari PDB 2023. Oleh sebab itu Pemprov Jabar terus mendorong agar semakin banyak warga Jabar yang beralih ke KBLBB yang lebih ramah energi.
Menurut Ai Saadiyah, saat ini Pemprov Jabar telah memiliki Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Jabar. Jabar menargetkan bauran EBT sebesar 25 persen pada 2025. Saat ini ada 15 juta kendaraan fosil roda dua dan empat di Jabar. Sementara di sisi lain, kendaraan listrik di Jabar juga tumbuh pesar. Ada 3.985 motor dan 1.430 mobil di Jabar tahun 2023, padahal pada 2021 jumlahnya masih di bawah 1.000 kendaraan. “Kami berharap akan semakin banyak lagi warga Jabar yang tertarik dengan KBLBB,” papar Ai Saadiyah.
Lingkup Pemprov Jabar sendiri saat ini sudah menerapkan kebijakan pemakaian KBLBB dengan 25 unit kendaraan listrik. Ekosistem pendukung juga terus meningkat. Sekarang ada lebih dari 400 SPLU, dan lebih dari 153 SPKLU 7-50kW dengan 11 SPKLU diantaranya adalah Ultra Fast Charging 200kW di Jabar.
“Kami juga terus memonitor pemakaiannya, dan kami menemukan bahwa ini (KBLBB) cukup positif dalam menekan emisi karbon dan biaya operasional. Kami juga tengah mengembangkan jalur BRT Bandung Raya, transportasi publik elektrik yang juga berbasis baterai. Kami juga mendukung pengembangan akselerasi bengkel konversi dari fosil ke listrik,” lanjut Ai Saadiyah.
Diskusi Panel dan Sosialisasi Dekarbonisasi Sektor Transportasi melalui Adopsi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) Wilayah Jawa Barat di Bandung, 7 November 2023 ini dihadiri sekitar 200 orang peserta dari berbagai lembaga maupun instansi. Meliputi Pemerintah Pusat; Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat; Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat; Akademisi; Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; Badan Usaha Transportasi Online dan Logistik; Asosiasi; Mahasiswa; Non Govermental Organization; dan Media. (FSR)