Menjadi Pemain Utama Industri Kabel Bawah Laut Dunia

Indonesia seharusnya bisa menjadi pemain utama industri kabel bawah laut dunia. Pasalnya, kemampuan nasional dalam teknologi pembuatan kabel bawah laut, survey jalur kabel laut, dan penggelaran kabel-kabel bawah laut, seluruhya telah dikuasai ahli-ahli Indonesia.

0
118

Jakarta, Sains Indonesia – Kemampuan Nasional dalam teknologi pembuatan kabel bawah laut, survey jalur kabel laut serta penggelaran kabel-kabel bawah laut telah dikuasai ahli-ahli Indonesia. Ditambah posisi geografis Nusantara sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, adalah suatu keniscayaan bahwa seluruh kabel bawah laut yang menghubungkan wilayah wilayah pantai timur Amerika Serikat, Asia-Pasifik, Australia dan Eropa harus melewati perairan Indonesia ini. Tiada kata lain, Indonesia harus menjadi pemain utama industri kabel laut Dunia. 

Demikian kesimpulan Disuksi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 29 November 2023. Berbicara dalam Diskusi: ”Perkembangan Teknologi Kabel Laut di Indonesia” adalah pakar Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN), Dr Michael Andreas Purwoadi dan Dr Sasono.  Mereka telah menggeluti teknologi kabel bawah laut sejak di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada awal dekade 2000-an. 

Dr. Purwoadi (Berdiri No.4 dari kanan) Pada Diskusi CTIS tentang Teknologi Kabel Bawah Laut di Indonesia, Rabu, 29 November 2023.

Diskusi yang dipandu  Ketua Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) CTIS, Dr Ashwin Sasongko, diawali dengan sejarah pertama kali kabel bawah laut dibangun di perairan Nusantara , yaitu pada  tahun 1871, yang  menghubungkan Darwin di Australia dengan Pulau Jawa.  Kabel bawah laut dibuat dari kabel tembaga. Baru pada tahun  1988, kabel laut dari serta optik  jalur Trans-Atlantik, yang menghubungkan daratan AS dengan Eropa, selesai dibangun. 

Purwoadi menyampaikan bahwa kabel bawah laut digunakan di sektor energi untuk distribusi listrik, antara lain untuk menghubungkan jalur transmisi listrik dari Pembangkit Listrik Energi Bayu ke para konsumer. Ia juga menyebutkan, di bidang telekomunikasi, 95% transmisi data dan suara melewati kabel bawah laut, karena di nilai lebih cepat, lebih aman, lebih ekonomis dibanding sistem satelit karena kabel laut diganti sesudah beroperasi 25-30 tahun, sedang umur satelit hanya 7-10 tahun. 

Walaupun ada tantangannya pula, seperti pembangunannya lebih lama dibanding satelit, investasi awal lebih tinggi dan ada kemungkinan kerusakan akibat bencana alam dan ulah manusia. Kabel bawah laut juga dipakai dalam operasi industri migas lepas pantai, serta untuk pemantauan bencana alam seperti gempa bawah laut dan tsunami.

Kemampuan survei kabel bawah laut telah dikuasai Indonesia sejak awak dekade 1990-an, saat kapal-kapal riset BPPT Baruna Jaya mulai beroperasi.  Sebagian besar survei kabel bawah laut dilaksanakan oleh armada kapal riset BPPT Baruna Jaya dan juga dilaksanakan oleh kapal kapal Pusat Penelitian & Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL), serta oleh TechnoGIS. 

Kemampuan Indonesia untuk survei jalur kabel laut sudah diakui dunia Internasional.  Menurut Dr Wahyu Pandoe, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknik Baruna Jaya BPPT, hingga saat ini kontrak kontrak survei jalur kabel bawah laut terus berdatangan,  seperti survey kabel bawah laut jalur Sarawak – Singapura sejauh 720 kilometer.  Juga survei kabel seismik bawah laut jalur daratan India ke Pulau Andaman. 

Dr Sasono, ahli elektronika kabel laut BRIN, menambahkan bahwa semua jalur kabel laut Internasional pasti harus melewati Kepulauan Nusantara.  Sebagai contoh, jalur kabel optik bawah laut dari Selandia Baru – Australia – AS sepanjang 15.000 Km, yang dikenal sebagai jalur kabel bawah laut Hawiki Nui, melewati perairan kepulauan Maluku dan Indonesia perlu ikut dalam kegiatan survei dan implementasinya. 

Ahli-ahli Indonesia sudah menguasai kemampuan survey dan penggelaran kabel bawah laut untuk memantau gempa bumi dan tsunami didasar laut dan telah diuji coba di Pamengpeuk, Jawa Barat dan Baron DI Yogyakarta pada 2011.  Kemudian di Pulau Sertung guna memantau Gunung Krakatau pada 2019, di Pulau Sipora dan Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (2019 – 2020), serta di perairan sekitar Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.  Sedang untuk penggelaran kabel kabel bawah laut sudah bisa dilaksanakan dengan menggunakan kapal kapal Triasmitra, DABN, BMP, Persada, LTI, Nika Global Maritim dan Baita.

Pembuatan kabel serat optik untuk digelar di bawah laut telah mulai dilaksanakan didalam negeri.  Dalam kegiatan ini,  Indonesia bermitra dengan Jerman, Korea Selatan dan Tiongkok.  Ini memungkinkan peningkatan nilai tambah semaksimal mungkin sekaligus peningkatan kandungan lokal pada pengembangan industri kabel bawah laut di tanah air.

Dengan beragam regulasi yang telah tersedia, baik tentang alur kabel dan pipa bawah laut, tentang Alur Pelayaran dan Bangunan Instalasi di laut, serta telah terbentuknya Timnas  Penataan Alur Pipa dan Kabel Bawah Laut, maka sudah selayaknya Indonesia menjadi pelaku utama dalam industri kabel bawah laut Dunia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini