Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) terbukti dapat meningkatkan daya saing produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Terkini, CV Agdia Toys, UMKM produsen mainan edukasi binaan Badan Standardisasi Nasional (BSN) berhasil menaklukkan pasar ekspor, setelah meraih sertifikat SNI Mainan Anak.

CV Agdia Toys adalah produsen mainan edukatif kayu yang berlokasi di Ngentak, Sajen, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah. Hingga saat ini, CV Agdia Toys sudah memproduksi lebih dari 250 model mainan edukatif untuk anak. Mulai dari balok kayu hingga puzzle. Belum lama ini, UMKM binaan BSN itu berhasil mengirim produk mainan edukasinya ke berbagai negara, salah satunya Korea Selatan. Pencapaian ini tidak berselang lama setelah keberhasilannya meraih sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 8124:2010 tentang Keamanan Mainan. 

Menurut Direktur Penguatan Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Heru Suseno, sertifikasi SNI sangat bermanfaat untuk meningkatkan daya saing serta untuk branding para pelaku usaha, khususnya UMKM. “Dengan ber-SNI, berarti UMKM tersebut telah menerapkan prinsip standar keamanan, keselamatan, dan menghasilkan produk berkualitas yang dapat meningkatkan kepercayaan konsumen. Salah satu contohnya, yaitu CV Agdia Toys, penerap SNI Mainan Anak yang telah berhasil mengekspor mainan anak ke mancanegara, bahkan di tengah pandemi sekalipun,” papar Heru di Jakarta, Jumat (21/5/2021).

Heru menjelaskan, SNI ISO 8124:2010 Keamanan Mainan merupakan standar yang ditetapkan BSN dengan mengadopsi identik pada standar internasional (ISO-International Organization for Standardization). “Dengan menerapkan SNI Mainan anak yang diakui internasional, maka para pelaku usaha, baik besar maupun UMKM, memiliki modal kuat untuk bersaing di pasar internasional,” lanjutnya. Heru berharap keberhasilan CV Agdia Toys memasarkan produknya ke mancanegara dapat memotivasi UMKM lain untuk menerapkan SNI.

“Kualitas mainan anak karya anak bangsa patut diacungi jempol. Keberhasilan CV Agdia Toys menjadi salah satu bukti nyata, bahwa dengan menerapkan SNI, UMKM Indonesia bisa go internasional. Kita harus Bangga Buatan Indonesia,” ujar Heru.

Owner CV Agdia Toys, Diana Susanti mengakui bahwa sertifikasi SNI merupakan cara ampuh bagi UMKM untuk menembus dan menguasai pasar. Kepemilikan sertifikat SNI mampu meningkatkan kepercayaan konsumen terkait kualitas dan keamanan suatu produk, yang pada gilirannya akan berimbas pada peningkatan penjualan, terutama untuk ekspor. “Selain ekspor ke Korea Selatan, produk kami juga dipasarkan di marketplace Shopee Malaysia dan Singapura yang dikelola oleh Mall Indonesia,” tutur Diana.

Menurut Diana, mainan produksinya biasa digunakan di sekolah dan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk kegiatan belajar mengajar. Bahkan, mainan edukatif produksi Agdia Toys juga bisa digunakan untuk sarana pendamping proses terapi anak kebutuhan khusus. Kendati ber-SNI, harga mainan Agdia Toys cukup terjangkau dengan kualitas bahan baku yang berkualitas. “Banyaknya waktu luang, dimana orang tua berada di rumah dan bermain bersama anak juga menjadi alasan meningkatnya permintaan mainan,” terangnya.

SNI Mainan Lindungi Anak dari Bahaya

Badan Standardisasi Nasional (BSN) sendiri telah menetapkan beberapa SNI tentang mainan anak. Sebagian SNI telah diadopsi Kementerian Perindustrian ke dalam Peraturan Menteri Perindustrian. Permen No 111/M-Ind/PER/12/2015 misalnya, mewajibkan setiap produk atau material yang dirancang  atau diperuntukkan bagi anak berusia 14 tahun ke bawah sesuai SNI yang berlaku. Artinya, produk mainan anak yang beredar di Indonesia harus memenuhi SNI.

Setidaknya terdapat tujuh jenis standar SNI tentang Mainan Anak. SNI yang ditetapkan itu secara prinsip memuat persyaratan mutu yang menjadikan mainan di Tanah Air aman digunakan. Heru menjelaskan, ada beberapa risiko dari penggunaan mainan yang tidak aman seperti bahaya tertelan dan tersedak. Misalnya aksesoris yang tertempel pada boneka, dapat disalahgunakan hingga ditelan. Kemudian, bahaya kerusakan alat pendengaran yang ditimbulkan suara seperti sirine mobil-mobilan.

Selain itu, mainan tidak ber-SNI dinilai akan berbahaya termasuk jika tersayat dan tergores dari mainan yang terbuat dari bahan plastik, kayu, logam dan mika. Sementara bahaya terjatuh yang biasa dijumpai pada ayunan atau seluncuran. Dengan mempertimbangkan pada faktor-faktor tersebut, BSN mendorong semua pihak mendukung kebijakan pemerintah memberlakukan SNI secara wajib. “SNI pada Mainan Anak semata-mata karena pemerintah ingin melindungi anak-anak Indonesia dari bahaya mainan yang tidak aman,” ujar Heru.

Berikut penjelasan tujuh SNI untuk mainan anak yang ditetapkan BSN:

  1. SNI ISO 8124 – 1 yang berlaku untuk semua mainan. Standar ini berlaku untuk mainan pada saat awal diterima konsumen, dan sebagai tambahan, setelah mainan digunakan pada kondisi normal serta perlakuan kasar kecuali ada keterangan khusus.
  2. SNI ISO 8124 – 2 yang mengatur tentang kategori bahan mudah terbakar yang dilarang digunakan pada semua mainan, dan persyaratan mudah terbakar pada mainan tertentu ketika terkena sumber api yang kecil.
  3. SNI ISO 8124 – 3 yang menentukan persyaratan maksimum dan metoda sampling dan ekstraksi sebelum uji untuk migrasi dari unsur antimoni, arsen, barium, kadmium, kromium, timbal, merkuri dan selenium dari bahan mainan dan bagian mainan kecuali bahan yang tidak dapat diakses.
  4. SNI ISO 8124 – 4 yang menetapkan persyaratan dan cara uji mainan aktivitas untuk penggunaan keluarga yang ditujukan bagi anak-anak di bawah 14 tahun untuk bermain di dalamnya.
  5. SNI IEC 62115:2011 tentang Mainan elektrik. Keamanan menetapkan persyaratan mutu yang setidaknya menyangkut fungsi tersendiri pada mainan yang menggunakan perangkat elektrik.
  6. SNI 7617:2010 Tekstil – Persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain untuk pakaian bayi dan anak. Standar ini menetapkan  persyaratan mutu zat warna azo dan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi dan anak dari berbagai jenis serat tekstil meliputi kain tenun dan kain rajut.
  7. EN 71-5 Chemical toys (sets) other than experimental sets.

Faris Sabilar Rusydi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini